6 Februari 1993, hujan air mata mengguyur tanah Indonesia. Dalam usia 84 tahun, seorang tokoh besar ummat Islam menghembuskan nafas terakhirnya. Pak Natsir telah pergi, begitu bunyi headline beberapa harian besar di ibukota. Sebagian kita mungkin masih belum bisa melupakan betapa membludaknya iring-iringan massa yang menghantarkan jenazah Mohammad Natsir (Allahuyarham Pak Natsir) ke tempat peristirahatannya.
Air mata ini pastilah kan mengalir tatkala mengingat kembali kisah detik-detik menjelang wafatnya Rasulullah Muhammad saw, manusia mulia nan agung yang dicintai segenap ummatnya. Betapa tidak, sampai detik terakhir hidupnya, ketika Izrail, Jibril dan seluruh malaikat berkumpul mengelilingi Rasulullah yang terkulai lemas di pembaringan, beliau masih khawatir akan keadaan ummatnya sepeninggalnya. Pancaran ketenangan pun menyemburat memancar dari wajahnya saat Jibril mengkhabarkan bahwa tidak ada ummat yang akan menginjakkan surga sebelum ummat Muhammad. Meski pada saat bersamaan derasnya sungai airmata mengalir membasahi pipi Fatimah Az Zahra.
“Orang besar adalah mereka yang hidupnya untuk (kepentingan) orang banyak, dan ketika mati, ia akan senantiasa dikenang juga sebagai orang besar. Orang kerdil adalah yang hidupnya untuk dirinya sendiri, maka ketika mati ia pun tetap sebagai orang kerdil”. Nasihat yang begitu bermakna yang terlontar dari mulut seorang pejuang muslim pendiri Gerakan Ikhwanul Muslimin, Imam Hasan Al Banna. Setidaknya sang Imam pun membuktikan kata-katanya, puluhan tahun setelah kepergiannya pada tahun 1948 dalam usianya yang masih relatif muda, 42 tahun, oleh terjangan sebutir peluru, hingga kini ia masih tetap dikenang sebagai orang besar yang tidak bisa lepas dari wacana pergerakan dan perjuangan Islam di Mesir dan di seluruh penjuru dunia Islam.
Masih banyak nama-nama besar yang terukir bersamaan dengan gejolak perjuangan ini, DR. Abdullah Azzam, ahli bom pejuang Mujahidin Afghanistan pada masa perang melawan Uni Soviet. Syamil Basayev sang tokoh pejuang Chechnya, Ayatullah Khomeini, pemimpin Revolusi Iran dan masih banyak nama-nama lainnya.
Mereka, menjadi orang besar dan senantiasa dikenang sepanjang hayat manusia di bumi Islam karena mereka telah mendedikasikan seluruh hidup mereka untuk ummat, untuk Islam dan untuk Allah. Allah menjadikan mereka sebagai penyemangat perjuangan, pembunuh demotivasi, pembangkit ghirah, dan juga sebagai inspirasi bagi deretan panjang calon-calon mujahid di seluruh pelosok bumi. Meski tidak harus memanggul senjata, namun mereka telah memberi makna bagaimana hidup penuh arti, sehingga kematianpun akan sangat berkesan bagi siapapun yang ditinggalkan. Insya Allah, dengan segala kekuatan dan izin Allah, masih terdapat antrian panjang calon-calon pengukir sejarah perjuangan kaum muslim. Adakah diri ini dalam antrian panjang tersebut? Wallahu’alam bishshowaab (Abi Iqna).
No comments:
Post a Comment