17 October, 2009

Satu Kebajikan Sejuta Kedamaian

eramuslim - Hakikatnya tidak ada manusia yang ingin disebut penjahat atau orang tidak baik, sekalipun mereka jelas-jelas para penentang kebaikan, para penggemar perbuatan jahat. Tidak ada pencuri yang mau mengaku kalau dirinya seorang pencuri, apalagi terang-terangan memberi tahu bahwa ia baru saja mencuri di rumah si anu, tentu saja kalau ada yang seperti ini paling-paling ia dianggap gila dan sudah pasti, penjara pun penuh. Bahkan tidak ada satu penjahatpun yang rela bila kelak keturunannya mengikuti langkahnya untuk juga menjadi penjahat.

Maka kemudian bergulirlah satu pertanyaan: Adakah pencuri atau penjahat yang merasa ingin bertaubat dan segera mengakhiri perbuatannya? Tentu saja jawabnya ada, bahkan hampir setiap penjahat yang tertangkap -dan biasanya dihakimi massa- kemudian mendekam di sel tahanan, mengaku menyesali perbuatannya dan ingin kembali ke jalan yang benar. Meski demikian, tetap saja ada diantara mereka yang tidak jera dihakimi massa dan tak bosan menginap di ruang sempit berjeruji besi.

Bentuk lain yang lebih sederhana adalah kejahatan atau kemaksiatan yang tidak menyangkut orang lain, yakni maksiat terhadap diri sendiri. Meski tidak terasakan oleh orang lain, meski tidak merugikan makhluk lainnya secara langsung, dan meski tidak diketahui oleh manusia lain, tetap saja disebut kemaksiatan jika perbuatannya memang jelas-jelas menghancurkan dirinya sendiri.

Manusia diciptakan Allah dengan bentuk kejadian yang sempurna, bahkan manusia lahir dalam keadaan fitrah. Sehingga sudah menjadi tabiat sesungguhnyalah semua manusia senang berbuat kebajikan dan menolak hal jahat atau dorongan untuk berbuat kejahatan. Kalaupun ada diantara manusia yang melakukan kejahatan, itu jelas tidak sesuai fitrah manusia sebagai makhluk yang terlahir suci, memiliki kecenderungan kepada kebenaran dan kebaikan. Kalaupun ada diantara manusia yang melakukan perbuatan menentang fitrahnya, tentu ada unsur asing yang masuk kedalam hatinya menggerogoti benteng-benteng fitrahnya dan mengubah kecenderungan hatinya kepada kebathilan dan dosa. Padahal sesungguhnya, setiap hati manusia yang tercipta dalam keadaan bersih ini senantiasa menolak kehadiran bercak-bercak hitam kemaksiatan.

Unsur asing itu kadang keluar masuk ke dalam hati manusia, menguasai dan mendominasi setiap gerak dan perilaku si empunya hati. Sebagai contoh, seperti pencuri saat tertangkap basah dalam melakukan aksinya, serta merta unsur asing itu pergi menjauh meninggalkan jasad si pencuri. Dan bisa kita saksikan, fitrah kebaikannya yang muncul, bahwa ia karena terpaksa melakukannya atau karena sedang khilaf. Kemudian kata-kata taubat muncul dari mulutnya. Jika tekad hatinya sangat kuat untuk tidak melanjutkan perbuatan dosa dan menghindari segala bentuk kemaksiatan, maka unsur asing itu tak akan pernah bisa lagi kembali masuk karena hati itu telah tertutup untuknya. Namun, jika yang keluar dari mulut itu hanya "taubat sambal", maka jangan heran jika kemudian unsur itu leluasa masuk dan kembali mendominasi hati manusia untuk senantiasa berdekatan dengan dosa.

Apapun, setiap dosa seberat biji zarrah-pun sudah pasti membuat si pelakunya merasakan beban yang tidak mengenakkan didadanya. Bagaimanapun, setiap dosa yang terjadi membuat dada ini terus bergemuruh oleh ledakan-ledakan kegelisahan dan keresahan karena pada hakikatnya hati yang fitrah ini menolak. Bahwa dosa adalah sesuatu yang dirasakan tidak mengenakan, gelisah, takut kalau-kalau orang lain mengetahuinya atau sekedar membicarakannya, adalah tidak salah. Setiap manusia yang mempunyai kecenderungan kepada kebenaran akan merasa malu berbuat maksiat bahkan akan terasa lebih berat malunya jika dosa yang pernah dilakukannya diketahui oleh orang lain. Bagaimana juga malunya dia dengan Allah yang tentu Maha Tahu itu?

Sementara sekarang, bayangkanlah ketenangan yang merasuk ke sekujur tubuh ini saat sedang melakukan shalat. Hadirkan ketenangan itu juga pada setiap waktu duduk, berdiri, berbaring dan diamnya kita di setiap saat dan tempat. Rasakanlah kehangatan yang menyelimuti relung-relung hati ini saat berbagi rezeki dengan orang lain. Teruskanlah kehangatan itu dalam melangkah bersama para fakir dan yatim piatu dengan menanggalkan pakaian-pakaian kesombongan. Dapatkanlah kesejukan dan kedamaian dari hal-hal baik yang terangkai apik dalam keseharian perilaku kita, bagaimana jika setiap waktu itu terisi dengan satu, seratus, sepuluh bahkan sejuta kedamaian. Bahkan kita bisa memperoleh semua keindahan hidup hanya dengan menebar senyum dan mendapatkan kembali senyum yang begitu tulus dari saudara kita. Subhanallaah ...

Jelas, setiap perbuatan baik akan menghadirkan ketenangan dalam dada manusia yang mengerjakannnya. Setiap hari bertambah dan makin banyak hal baik dikerjakannya, semakin bertambah pula ketenangan menyelimuti hatinya. Sebaliknya, gundah, gelisah dan resah bahkan rasa takut senantiasa mengiringi setiap perbuatan jahat dan dosa. Maka, masihkah terus menerus kita betah dengan keadaan hati yang tidak menentu ini hanya karena kita gemar berbuat maksiat? atau tak inginkah kita dapatkan sejuta kedamaian hanya dengan satu kebajikan yang kita perbuat? bagaimana dengan dua, tiga atau sepuluh kebajikan, tentu saja butir-butir kedamaian itu takkan pernah bisa terhitung dan senantiasa hadir dalam hidup ini. Wallahu 'a'lam bishshowaab

No comments:

Post a Comment