MENGATASI SISWA PEMBOLOS
MELALUI BIMBINGAN KONSELING
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Hampir di setiap sekolah kita bisa menjumpai program Bimbingan dan Konseling. Hal ini bukan semata terletak pada landasan atau ketentuan dari atas, namun yang lebih penting adalah menyangkut upaya memfasilitasi peserta didik agar mampu mengembangkan potensi dirinya.
Tidak dapat dipungkiri bahwa keberadaan BK di sekolah saat ini sangat dibutuhkan. Hal ini menyangkut tugas dan perannya terhadap peserta didik seperti yang dikemukakan di atas. Lebih dari itu iklim dan lingkungan yang “tidak sehat” membuat keberadaan BK menjadi sangat urgen dan mutlak ada.
Kenakalan siswa, misalnya. Itu merupakan salah satu faktor penyebab lingkungan / iklim menjadi rusak. Dan siswa merupakan aktor utama dalam peristiwa tersebut. Kalau ditanya mengapa terjadi kenakalan remaja? Tentu jawabannya akan dikaitkan dengan tokoh pemainnya, yaitu para siswa itu sendiri, mengapa mereka bisa berbuat demikian. Nah, di sinilah peran BK untuk mencari tahu.
Kenakalan siswa merupakan suatu bentuk perilaku siswa yang menyimpang dari aturan sekolah. Kenakalan siswa banyak macamnya. Salah satunya ialah membolos atau masuk tidak teratur. Disebut kenakalan remaja karena membolos merupakan perilaku yang melanggar aturan sekolah.
Rumusan Masalah
Dalam makalah ini, penyusun mencoba membahas sejauh mana peran BK dalam mengatasi siswa yang suka membolos tersebut. Adapun rumusan masalah yang dibahas ialah:
1. Pengertian Bimbingan Konseling dan membolos
2. Faktor-faktor penyebab siswa membolos
3. Akibat yang ditimbulkan oleh siswa membolos
4. Peran BK dalam mengatasi siswa yang suka membolos
PEMBAHASAN
Kehadiran yang tidak teratur merupakan problem besar di sekolah-sekolah saat ini. Ketidakhadiran yang dimaksud di sini adalah ketidakhadiran yang disebabkan kaena alasan yang tidak jelas, bukan karena alasan sakit atau lainnya. Jika ketidakhadiran siswa dikarenakan sakit atau ada kepentingan, dalam artian masih bisa memberikan alasan yang jelas, hal itu masih bisa diterima. Tetapi jika alasannya tidak jelas mengapa ia tidak hadir / masuk sekolah, hal ini perlu penanganan serius. Sebab cepat atau lambat masalah ini akan berdampak buruk baik untuk siswa itu sendiri maupun lingkungan sekolahnya.
1. Pengertian BK dan membolos
Bimbingan (guide / guidance) dapat disama artikan dengan mengarahkan, memandu (guide). Jadi bimbingan adalah kegiatan memandu / mengarahkan siswa untuk menemukan jati dirinya atau membantu siswa menemukan jalan keluar yang terbaik dalam hidupnya dengan mempertimbangkan segi positif dan negatif bagi siswa itu sendiri.
Pengertian Membolos
Membolos dapat diartikan sebagai perilaku siswa yang tidak masuk sekolah dengan alasan yang tidak tepat. Atau bisa juga dikatakan ketidak hadiran tanpa alasan yang jelas.
Membolos merupakan salah satu bentuk dari kenakalan siswa, yang jika tidak segera diselesaikan / dicari solusinnya dapat menimbulkan dampak yang lebih parah. Oleh karena itu penanganan terhadap siswa yang suka membolos menjadi perhatian yang sangat serius.
Penanganan tidak saja dilakukan oleh sekolah, tetapi pihak keluarga juga perlu dilibatkan. Malah terkadang penyebab utama siswa membolos lebih sering berasal dari dalam keluarga itu sendiri. Jadi komunikasi antara pihak sekolah dengan pihak keluarga menjadi sangat penting dalam pemecahan masalah siswa tersebut.
2. Faktor-faktor Penyebab Siswa Membolos
a. Faktor Keluarga
Mungkin kita pernah mendengar (atau mungkin sering) ada siswa yang tidak diperbolehkan masuk sekolah oleh orang tuanya. Untuk suatu alasan tertentu mungkin hal ini dianggap paling efisien untuk mengatasi krisis atau permasalahan dalam keluarganya. Misalkan kakaknya sakit, sementara kedua orang tuanya harus pergi bekerja mencari nafkah. Untuk menemani kakaknya tersebut maka adiknya terpaksa tidak masuk sekolah. Untuk alasan tersebut bolehlah sang adik tidak masuk sekolah. Tapi yang menjadi masalah terkadang anak tersebut tidak membuat surat izin kepada pihak sekolah, sehingga piha sekolah tidak tahu duduk permasalahannya. Yang mereka tahu si A membolos.
Sementara dampaknya bagi anak tersebut ialah ia harus kehilangan waktu belajarnya. Jika hal ini menjadi kebiasaan (membolos) lambat laun siswa tersebut tidak peduli lagi dengan peraturan. Ia akan berbuat seenaknya, terserah mau masuk atau tidak.
Orang tua tidak peduli pendidikan
Selain itu sikap orang tua terhadap sekolah juga memberi pengaruh yang besar pada anak. Jika orang tua menganggap bahwa sekolah itu tidak penting dan hanya membuang-buang waktu saja, atau juga jika mereka menanamkan perasaan pada anak bahwa ia tidak akan berhasil, anak ini akan berkurang semangatnya untuk masuk sekolah.
Biasanya sikap orang tua yang menganggap bahwa pendidikan itu tidak penting karena mereka sendiri orang yang kurang berpendidikan. Akibatnya penghargaan terhadap pendidikan hanya dipandang sebelah mata. Bahkan mereka menuntut agar anak-anaknya untuk bekerja saja mencari uang. Ironisnya mereka juga menuntut agar anaknya memperoleh hasil yang lebih besar dari kemampuan anak tersebut. Orang tua seperti ini tidak memiliki pandangan jauh ke depan, sebagai imbasnya masa depan anaklah yang menjadi korban.
Membeda-bedakan anak
Ada orang tua yang beranggapan bahwa pendidikan bagi anak laki-laki lebih penting daripada anak perempuan. Anak laki-lakilah yang menjadi tumpuan dan kebanggaan keluarga, sementara anak perempuan pada akhirnya akan kawin dan hanya mengurusi masalah dapur, sehingga tidak memerlukan pendidikan yang terlalu tinggi. Dalam hal ini anak perempuan didorong untuk tidak masuk sekolah.
Mengurangi uang saku
Meskipun tidak semua anak menginginkan uang saku yang banyak, namun tidak sedikit pula anak-anak yang merasa kurang percaya diri jika uang saku mereka sedikit dibanding dengan teman-temannya. Sehingga akibatnya pada anak tersebut ialah ia menjadi malas untuk masuk sekolah.
Di zaman modern seperti sekarang ini uang selalu dapat berbicara, tak terkecuali pada bidang pendidikan. Banyak sekolah-sekolah yang mengharuskan siswa-siswanya untuk membeli LKS, buku wajib, dan segala dan kebutuhan lain demi kepentingan proses belajar. Untuk barang-barang tersebut kadang orang tua tidak mau mengeluarkan uang untuk membelinya. Maka siswa yang tidak membeli akan malu pada siswa lain yang membeli. Dan siswa yang tidak membeli akan malas untuk berangkat ke sekolah.
b. Rendah Diri
Sering rasa kurang percaya diri menjadi penghambat segala aktifitas. Faktor utama penghalang kesuksesan ialah kurangnya rasa percaya diri. Ia mematikan kreatifitas siswa. Meskipun begitu banyak ide dan kecerdasan yang dimiliki siswa, tetapi jika tidak berani / merasa tidak mampu untuk melakukannya sama saja percuma.
Perasaan diri tidak mampu dan takut akan selalu gagal membuat siswa tidak percaya diri dengan segala yang dilakukannya. Ia tidak ingin malu, merasa tidak berharga, serta dicemooh sebagai akibat dari kegagalan tersebut.
Perasan rendah diri tidak selalu muncul pada setiap mata pelajaran. Terkadang ia merasa tidak mampu dengan mata pelajaran matematika, tetapi ia mampu pada mata pelajaran biologi. Pada mata pelajaran yang ia tidak suka, ia cenderung berusaha untuk menghindarinya, sehingga ia akan pilih-pilih jika akan masuk sekolah.
Sementara itu siswa tidak menyadari bahwa dengan tidak masuk sekolah justru membuat dirinya ketinggalan materi pelajaran. Melarikan diri dari masalah malah akan menambah masalah tersebut.
c. Perasaan Termarginalkan
Perasaan tersisihkan tentu tidak diinginkan semua orang. Tetapi kadang rasa itu muncul tanpa kita inginkan. Seringkali anak dibuat merasa bahwa ia tidak diinginkan atau diterima di kelasnya. Perasaan ini bisa berasal dari teman sekelas atau mungkin gurunya sendiri dengan sindiran atau ucapan.
Siswa yang ditolak oleh teman-teman sekelasnya, akan merasa lebih aman berada di rumah. Ada siswa yang tidak masuk sekolah karena takut oleh ancaman temannya. Ada juga yang diacuhkan oleh teman-temannya, ia tidak diajak bermain, atau mengobrol bersama. Penolakan siswa terhadap siswa lain dapat disebabkan oleh faktor tertentu, misalnya faktor SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar golongan).
d. Sebab yang Berasal dari Sekolah
Sekolah merupakan tempat terjadinya proses belajar mengajar. Di sana tempat siswa-siswa belajar ilmu pengetahuan.
Belajar akan lebih berhasil bila bahan yang dipelajari menarik perhatian anak. Karena itu bahan harus dipilih yang sesuai dengan minat anak atau yang di dalamnya nampak dengan jelas adanya tujuan yang sesuai dengan tujuan anak melakukan aktivitas belajar.[1]
Jadi suasana kelas sangat berpengaruh terhadap motivasi belajar siswa. Selain itu, tujuan pembelajaran yang jelas juga akan memudahkan siswa dalam pemahamannys. Sehingga siswa tidak akan bosan dan mudah mengikuti kegiatan pembelajaran.
3. Akibat yang ditimbulkan oleh siswa yang membolos
Anak yang dapat ke sekolah tapi sering membolos, akan mengalami kegagalan dalam pelajaran. Meskipun dalam teori guru harus bersedia membantu anak mengejar pelajaran yang ketinggalan, tetapi dalam prakteknya hal ini sukar dilaksanakan. Kelas berjalan terus. Bahkan meskipun ia hadir, ia tidak mengerti apa yang diajarkan oleh guru, karena ia tidak mempelajari dasar-dasar dari mata pelajaran-mata pelajaran yang ddiperlukan untuk mengerti apa yang diajarkan.[2]
Selain mengalami kegagalan belajar, siswa tersebut juga akan mengalami marginalisasi atau perasaan tersisihkan oleh teman-temannya. Hal ini kadang terjadi manakala siswa tersebut sudah begitu “parah” keadaannya sehingga anggapan teman-temannya ia anak nakal dan perlu menjaga jarak dengannya.
Hal yang tidak mungkin terlewatkan ketika siswa membolos ialah hilangnya rasa disiplin, ketaatan terhadap peraturan sekolah berkurang. Bila diteruskan, siswa akan acuh tak acuh pada urusan sekolahnya. Dan yang lebih parah siswa dapat dikeluarkan dari sekolah.
Lalu karena tidak masuk, secara otomatis ia tidak mengikuti pelajaran yang disampaikan guru. Akhirnya ia harus belajar sendiri untuk mengejar ketertinggalannya. Masalah akan muncul manakala ia tidak memahami materi bahasan. Sudah pasti ini juga akan berpengaruh pada nilai ulangannya.
4. Peran dan Fungsi Bimbingan Konseling (BK) dalam Mengatasi Siswa yang Suka Membolos
Kewajiban sekolah, selain mengajar (dalam arti hanya mengisi otak anak-anak dengan berbagai ilmu pengetahuan), juga berusaha membentuk pribadi anak menjadi manusia yang berwatak baik.[3]
Mengajar tidak sekedar transfer pengetahuan, tetapi lebih kepada usaha untuk membentuk pribadi santun dan mampu berdiri sendiri. Sehingga jika terjadi suatu permasalahan pada siswa, pendidik / pihak sekolah juga turut memikirkannya, berusaha mencarikan jalan keluar.
Dalam menghadapi anak tersebut peran BK sangatlah penting. Sebagai sarana untuk mencari solusi, fungsi BK cukup efisien. Melalui pendekatan personal, harapannya siswa dapat lebih terbuka dengan pemasalahannya, sehingga pembimbing dapat memahami dan mendapat gambaran secara jelas apa yang sedang dihadapi siswa.
Menghentikan sepenuhnya kebiasaan membolos memang tidaklah mudah dan sangatlah minim kemungkinannya. Tetapi usaha untuk meminimalisisir kebiasaan tidak baik tersebut tentu ada. Dan salah satu usaha dari pihak sekolah ialah dengan program Bimbingan Konseling (BK).
Kita mungkin pernah melihat atau bahkan mengalami sendiri bagaimana rasanya dihukum karena membolos. Padahal menghukum bukanlah satu-satunya jalan untuk membuat siswa jera dalam melakukan perbuatannya. Bisa jadi hal tersebut malah menjadikan anak lebih bengal dan lebih susah ditangani. Sebab siswa remaja merupakan masa kondisi emosi yang tidak labil, mudah tersinggung dan mudah sekali marah. Ibaratnya tulang rusuk, jika dipaksakan untuk lurus maka ia akan patah. Oleh karena itu penanganannya harus hati-hati.
Tindakan yang dapat dilakukan
Dengan mengetahui faktor-faktor penyebabnya, pembimbing sedikit tahu bagaimana kondisi permasalahan siswa. Langkah selanjutnya ialah melalui pendekatan supaya siswa yang membolos mau menerima arahan dari pembimbing. Adapun jika siswa masih bersikap tertutup, tidak mau menceritakan permasalahan mengapa ia membolos, maka pembimbing menggunakan cara lain yaitu menanyakan pada teman dekatnya. Begitu semua informasi yang diperlukan telah diperoleh, pembimbing langsung mengambil tindakan preventif dan pengobatan. Seperti yang telah dikemukakan di atas, pencegahan tidak harus melalui hukuman. Memberi nasehat dan arahan yang baik akan lebih mengena dari pada membentak dan memarahinya.
Tidak teraturnya anak masuk sekolah tidak sepenuhnya terletak pada siswa. Ada banyak sebab yang terletak di luar kekuasaan anak, atau yang kurang dikuasai anak.[4]
Jadi kegiatan membolos siswa tidak sepenuhnya kesalahan siswa. Ada faktor dari luar yang juga turut andil dalam pembolosan tersebut. Oleh karena itu, tugas BK selain memberi arahan pada siswa juga mengkondisikan lingkungan sekolahnya sebaik mungkin supaya siswa merasa betah berada di sekolah. Selain itu pembimbing juga selalu menjalin komunikasi dengan keluarga siswa ada kesepakatan dalam usaha mengatasi masalah anak.
KESIMPULAN
Membolos merupakan salah satu kenakalan siswa yang dalam penanganannya perlu perhatian yang serius. Memang tidak sepenuhnya kegiatan membolos dapat dihilangkan, tetapi usaha untuk meminimalisir tetap ada.
Melalui program BK, pihak sekolah berupaya mencari solusi bagi mereka yang suka membolos. Karena membolos terkait berbagai faktor, maka dalam penyelesaiannya tidaklah mudah. Oleh karena itu pihak sekolah juga mengikutsertakan orang tua.
Dengan adanya kerjasama yang baik antara pihak sekolah (dalam hal ini BK) dan orang tua siswa, permasalah membolos siswa diharapkan dapat diselesaikan sehingga tidak menjalar kepada siswa lainnya.
Daftar Pustaka
Kartono, Kartini. Bimbingan bagi anak dan remaja yang bermasalah. Rajawali Pers: Jakarta. 1991
Purwanto, Ngalim. Ilmu Pendidikan Teoretis dan Praktis. Remaja Rosdakarya: Bandung. 2006
Soejatno, Agoes. Bimbingan Kearah Belajar yang Sukses. Aksara Baru: Surabaya. 1990
[1] Agoes Soejatno, Bimbingan Kearah Belajar yang Sukses (Aksara Baru : Surabaya, 1990) Halaman 19
[2] Kartini Kartono, Bimbingan bagi anak dan remaja yang bermasalah (Rajawali Pers : Jakarta. 1991) Halaman 78
[3] Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoretis dan Praktis (Remaja Rosdakarya : Bandung, 2006) Halaman 127
[4] Kartini Kartono, Bimbingan bagi anak dan remaja yang bermasalah (Rajawali Pers : Jakarta. 1991) halaman 83
MELALUI BIMBINGAN KONSELING
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Hampir di setiap sekolah kita bisa menjumpai program Bimbingan dan Konseling. Hal ini bukan semata terletak pada landasan atau ketentuan dari atas, namun yang lebih penting adalah menyangkut upaya memfasilitasi peserta didik agar mampu mengembangkan potensi dirinya.
Tidak dapat dipungkiri bahwa keberadaan BK di sekolah saat ini sangat dibutuhkan. Hal ini menyangkut tugas dan perannya terhadap peserta didik seperti yang dikemukakan di atas. Lebih dari itu iklim dan lingkungan yang “tidak sehat” membuat keberadaan BK menjadi sangat urgen dan mutlak ada.
Kenakalan siswa, misalnya. Itu merupakan salah satu faktor penyebab lingkungan / iklim menjadi rusak. Dan siswa merupakan aktor utama dalam peristiwa tersebut. Kalau ditanya mengapa terjadi kenakalan remaja? Tentu jawabannya akan dikaitkan dengan tokoh pemainnya, yaitu para siswa itu sendiri, mengapa mereka bisa berbuat demikian. Nah, di sinilah peran BK untuk mencari tahu.
Kenakalan siswa merupakan suatu bentuk perilaku siswa yang menyimpang dari aturan sekolah. Kenakalan siswa banyak macamnya. Salah satunya ialah membolos atau masuk tidak teratur. Disebut kenakalan remaja karena membolos merupakan perilaku yang melanggar aturan sekolah.
Rumusan Masalah
Dalam makalah ini, penyusun mencoba membahas sejauh mana peran BK dalam mengatasi siswa yang suka membolos tersebut. Adapun rumusan masalah yang dibahas ialah:
1. Pengertian Bimbingan Konseling dan membolos
2. Faktor-faktor penyebab siswa membolos
3. Akibat yang ditimbulkan oleh siswa membolos
4. Peran BK dalam mengatasi siswa yang suka membolos
PEMBAHASAN
Kehadiran yang tidak teratur merupakan problem besar di sekolah-sekolah saat ini. Ketidakhadiran yang dimaksud di sini adalah ketidakhadiran yang disebabkan kaena alasan yang tidak jelas, bukan karena alasan sakit atau lainnya. Jika ketidakhadiran siswa dikarenakan sakit atau ada kepentingan, dalam artian masih bisa memberikan alasan yang jelas, hal itu masih bisa diterima. Tetapi jika alasannya tidak jelas mengapa ia tidak hadir / masuk sekolah, hal ini perlu penanganan serius. Sebab cepat atau lambat masalah ini akan berdampak buruk baik untuk siswa itu sendiri maupun lingkungan sekolahnya.
1. Pengertian BK dan membolos
Bimbingan (guide / guidance) dapat disama artikan dengan mengarahkan, memandu (guide). Jadi bimbingan adalah kegiatan memandu / mengarahkan siswa untuk menemukan jati dirinya atau membantu siswa menemukan jalan keluar yang terbaik dalam hidupnya dengan mempertimbangkan segi positif dan negatif bagi siswa itu sendiri.
Pengertian Membolos
Membolos dapat diartikan sebagai perilaku siswa yang tidak masuk sekolah dengan alasan yang tidak tepat. Atau bisa juga dikatakan ketidak hadiran tanpa alasan yang jelas.
Membolos merupakan salah satu bentuk dari kenakalan siswa, yang jika tidak segera diselesaikan / dicari solusinnya dapat menimbulkan dampak yang lebih parah. Oleh karena itu penanganan terhadap siswa yang suka membolos menjadi perhatian yang sangat serius.
Penanganan tidak saja dilakukan oleh sekolah, tetapi pihak keluarga juga perlu dilibatkan. Malah terkadang penyebab utama siswa membolos lebih sering berasal dari dalam keluarga itu sendiri. Jadi komunikasi antara pihak sekolah dengan pihak keluarga menjadi sangat penting dalam pemecahan masalah siswa tersebut.
2. Faktor-faktor Penyebab Siswa Membolos
a. Faktor Keluarga
Mungkin kita pernah mendengar (atau mungkin sering) ada siswa yang tidak diperbolehkan masuk sekolah oleh orang tuanya. Untuk suatu alasan tertentu mungkin hal ini dianggap paling efisien untuk mengatasi krisis atau permasalahan dalam keluarganya. Misalkan kakaknya sakit, sementara kedua orang tuanya harus pergi bekerja mencari nafkah. Untuk menemani kakaknya tersebut maka adiknya terpaksa tidak masuk sekolah. Untuk alasan tersebut bolehlah sang adik tidak masuk sekolah. Tapi yang menjadi masalah terkadang anak tersebut tidak membuat surat izin kepada pihak sekolah, sehingga piha sekolah tidak tahu duduk permasalahannya. Yang mereka tahu si A membolos.
Sementara dampaknya bagi anak tersebut ialah ia harus kehilangan waktu belajarnya. Jika hal ini menjadi kebiasaan (membolos) lambat laun siswa tersebut tidak peduli lagi dengan peraturan. Ia akan berbuat seenaknya, terserah mau masuk atau tidak.
Orang tua tidak peduli pendidikan
Selain itu sikap orang tua terhadap sekolah juga memberi pengaruh yang besar pada anak. Jika orang tua menganggap bahwa sekolah itu tidak penting dan hanya membuang-buang waktu saja, atau juga jika mereka menanamkan perasaan pada anak bahwa ia tidak akan berhasil, anak ini akan berkurang semangatnya untuk masuk sekolah.
Biasanya sikap orang tua yang menganggap bahwa pendidikan itu tidak penting karena mereka sendiri orang yang kurang berpendidikan. Akibatnya penghargaan terhadap pendidikan hanya dipandang sebelah mata. Bahkan mereka menuntut agar anak-anaknya untuk bekerja saja mencari uang. Ironisnya mereka juga menuntut agar anaknya memperoleh hasil yang lebih besar dari kemampuan anak tersebut. Orang tua seperti ini tidak memiliki pandangan jauh ke depan, sebagai imbasnya masa depan anaklah yang menjadi korban.
Membeda-bedakan anak
Ada orang tua yang beranggapan bahwa pendidikan bagi anak laki-laki lebih penting daripada anak perempuan. Anak laki-lakilah yang menjadi tumpuan dan kebanggaan keluarga, sementara anak perempuan pada akhirnya akan kawin dan hanya mengurusi masalah dapur, sehingga tidak memerlukan pendidikan yang terlalu tinggi. Dalam hal ini anak perempuan didorong untuk tidak masuk sekolah.
Mengurangi uang saku
Meskipun tidak semua anak menginginkan uang saku yang banyak, namun tidak sedikit pula anak-anak yang merasa kurang percaya diri jika uang saku mereka sedikit dibanding dengan teman-temannya. Sehingga akibatnya pada anak tersebut ialah ia menjadi malas untuk masuk sekolah.
Di zaman modern seperti sekarang ini uang selalu dapat berbicara, tak terkecuali pada bidang pendidikan. Banyak sekolah-sekolah yang mengharuskan siswa-siswanya untuk membeli LKS, buku wajib, dan segala dan kebutuhan lain demi kepentingan proses belajar. Untuk barang-barang tersebut kadang orang tua tidak mau mengeluarkan uang untuk membelinya. Maka siswa yang tidak membeli akan malu pada siswa lain yang membeli. Dan siswa yang tidak membeli akan malas untuk berangkat ke sekolah.
b. Rendah Diri
Sering rasa kurang percaya diri menjadi penghambat segala aktifitas. Faktor utama penghalang kesuksesan ialah kurangnya rasa percaya diri. Ia mematikan kreatifitas siswa. Meskipun begitu banyak ide dan kecerdasan yang dimiliki siswa, tetapi jika tidak berani / merasa tidak mampu untuk melakukannya sama saja percuma.
Perasaan diri tidak mampu dan takut akan selalu gagal membuat siswa tidak percaya diri dengan segala yang dilakukannya. Ia tidak ingin malu, merasa tidak berharga, serta dicemooh sebagai akibat dari kegagalan tersebut.
Perasan rendah diri tidak selalu muncul pada setiap mata pelajaran. Terkadang ia merasa tidak mampu dengan mata pelajaran matematika, tetapi ia mampu pada mata pelajaran biologi. Pada mata pelajaran yang ia tidak suka, ia cenderung berusaha untuk menghindarinya, sehingga ia akan pilih-pilih jika akan masuk sekolah.
Sementara itu siswa tidak menyadari bahwa dengan tidak masuk sekolah justru membuat dirinya ketinggalan materi pelajaran. Melarikan diri dari masalah malah akan menambah masalah tersebut.
c. Perasaan Termarginalkan
Perasaan tersisihkan tentu tidak diinginkan semua orang. Tetapi kadang rasa itu muncul tanpa kita inginkan. Seringkali anak dibuat merasa bahwa ia tidak diinginkan atau diterima di kelasnya. Perasaan ini bisa berasal dari teman sekelas atau mungkin gurunya sendiri dengan sindiran atau ucapan.
Siswa yang ditolak oleh teman-teman sekelasnya, akan merasa lebih aman berada di rumah. Ada siswa yang tidak masuk sekolah karena takut oleh ancaman temannya. Ada juga yang diacuhkan oleh teman-temannya, ia tidak diajak bermain, atau mengobrol bersama. Penolakan siswa terhadap siswa lain dapat disebabkan oleh faktor tertentu, misalnya faktor SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar golongan).
d. Sebab yang Berasal dari Sekolah
Sekolah merupakan tempat terjadinya proses belajar mengajar. Di sana tempat siswa-siswa belajar ilmu pengetahuan.
Belajar akan lebih berhasil bila bahan yang dipelajari menarik perhatian anak. Karena itu bahan harus dipilih yang sesuai dengan minat anak atau yang di dalamnya nampak dengan jelas adanya tujuan yang sesuai dengan tujuan anak melakukan aktivitas belajar.[1]
Jadi suasana kelas sangat berpengaruh terhadap motivasi belajar siswa. Selain itu, tujuan pembelajaran yang jelas juga akan memudahkan siswa dalam pemahamannys. Sehingga siswa tidak akan bosan dan mudah mengikuti kegiatan pembelajaran.
3. Akibat yang ditimbulkan oleh siswa yang membolos
Anak yang dapat ke sekolah tapi sering membolos, akan mengalami kegagalan dalam pelajaran. Meskipun dalam teori guru harus bersedia membantu anak mengejar pelajaran yang ketinggalan, tetapi dalam prakteknya hal ini sukar dilaksanakan. Kelas berjalan terus. Bahkan meskipun ia hadir, ia tidak mengerti apa yang diajarkan oleh guru, karena ia tidak mempelajari dasar-dasar dari mata pelajaran-mata pelajaran yang ddiperlukan untuk mengerti apa yang diajarkan.[2]
Selain mengalami kegagalan belajar, siswa tersebut juga akan mengalami marginalisasi atau perasaan tersisihkan oleh teman-temannya. Hal ini kadang terjadi manakala siswa tersebut sudah begitu “parah” keadaannya sehingga anggapan teman-temannya ia anak nakal dan perlu menjaga jarak dengannya.
Hal yang tidak mungkin terlewatkan ketika siswa membolos ialah hilangnya rasa disiplin, ketaatan terhadap peraturan sekolah berkurang. Bila diteruskan, siswa akan acuh tak acuh pada urusan sekolahnya. Dan yang lebih parah siswa dapat dikeluarkan dari sekolah.
Lalu karena tidak masuk, secara otomatis ia tidak mengikuti pelajaran yang disampaikan guru. Akhirnya ia harus belajar sendiri untuk mengejar ketertinggalannya. Masalah akan muncul manakala ia tidak memahami materi bahasan. Sudah pasti ini juga akan berpengaruh pada nilai ulangannya.
4. Peran dan Fungsi Bimbingan Konseling (BK) dalam Mengatasi Siswa yang Suka Membolos
Kewajiban sekolah, selain mengajar (dalam arti hanya mengisi otak anak-anak dengan berbagai ilmu pengetahuan), juga berusaha membentuk pribadi anak menjadi manusia yang berwatak baik.[3]
Mengajar tidak sekedar transfer pengetahuan, tetapi lebih kepada usaha untuk membentuk pribadi santun dan mampu berdiri sendiri. Sehingga jika terjadi suatu permasalahan pada siswa, pendidik / pihak sekolah juga turut memikirkannya, berusaha mencarikan jalan keluar.
Dalam menghadapi anak tersebut peran BK sangatlah penting. Sebagai sarana untuk mencari solusi, fungsi BK cukup efisien. Melalui pendekatan personal, harapannya siswa dapat lebih terbuka dengan pemasalahannya, sehingga pembimbing dapat memahami dan mendapat gambaran secara jelas apa yang sedang dihadapi siswa.
Menghentikan sepenuhnya kebiasaan membolos memang tidaklah mudah dan sangatlah minim kemungkinannya. Tetapi usaha untuk meminimalisisir kebiasaan tidak baik tersebut tentu ada. Dan salah satu usaha dari pihak sekolah ialah dengan program Bimbingan Konseling (BK).
Kita mungkin pernah melihat atau bahkan mengalami sendiri bagaimana rasanya dihukum karena membolos. Padahal menghukum bukanlah satu-satunya jalan untuk membuat siswa jera dalam melakukan perbuatannya. Bisa jadi hal tersebut malah menjadikan anak lebih bengal dan lebih susah ditangani. Sebab siswa remaja merupakan masa kondisi emosi yang tidak labil, mudah tersinggung dan mudah sekali marah. Ibaratnya tulang rusuk, jika dipaksakan untuk lurus maka ia akan patah. Oleh karena itu penanganannya harus hati-hati.
Tindakan yang dapat dilakukan
Dengan mengetahui faktor-faktor penyebabnya, pembimbing sedikit tahu bagaimana kondisi permasalahan siswa. Langkah selanjutnya ialah melalui pendekatan supaya siswa yang membolos mau menerima arahan dari pembimbing. Adapun jika siswa masih bersikap tertutup, tidak mau menceritakan permasalahan mengapa ia membolos, maka pembimbing menggunakan cara lain yaitu menanyakan pada teman dekatnya. Begitu semua informasi yang diperlukan telah diperoleh, pembimbing langsung mengambil tindakan preventif dan pengobatan. Seperti yang telah dikemukakan di atas, pencegahan tidak harus melalui hukuman. Memberi nasehat dan arahan yang baik akan lebih mengena dari pada membentak dan memarahinya.
Tidak teraturnya anak masuk sekolah tidak sepenuhnya terletak pada siswa. Ada banyak sebab yang terletak di luar kekuasaan anak, atau yang kurang dikuasai anak.[4]
Jadi kegiatan membolos siswa tidak sepenuhnya kesalahan siswa. Ada faktor dari luar yang juga turut andil dalam pembolosan tersebut. Oleh karena itu, tugas BK selain memberi arahan pada siswa juga mengkondisikan lingkungan sekolahnya sebaik mungkin supaya siswa merasa betah berada di sekolah. Selain itu pembimbing juga selalu menjalin komunikasi dengan keluarga siswa ada kesepakatan dalam usaha mengatasi masalah anak.
KESIMPULAN
Membolos merupakan salah satu kenakalan siswa yang dalam penanganannya perlu perhatian yang serius. Memang tidak sepenuhnya kegiatan membolos dapat dihilangkan, tetapi usaha untuk meminimalisir tetap ada.
Melalui program BK, pihak sekolah berupaya mencari solusi bagi mereka yang suka membolos. Karena membolos terkait berbagai faktor, maka dalam penyelesaiannya tidaklah mudah. Oleh karena itu pihak sekolah juga mengikutsertakan orang tua.
Dengan adanya kerjasama yang baik antara pihak sekolah (dalam hal ini BK) dan orang tua siswa, permasalah membolos siswa diharapkan dapat diselesaikan sehingga tidak menjalar kepada siswa lainnya.
Daftar Pustaka
Kartono, Kartini. Bimbingan bagi anak dan remaja yang bermasalah. Rajawali Pers: Jakarta. 1991
Purwanto, Ngalim. Ilmu Pendidikan Teoretis dan Praktis. Remaja Rosdakarya: Bandung. 2006
Soejatno, Agoes. Bimbingan Kearah Belajar yang Sukses. Aksara Baru: Surabaya. 1990
[1] Agoes Soejatno, Bimbingan Kearah Belajar yang Sukses (Aksara Baru : Surabaya, 1990) Halaman 19
[2] Kartini Kartono, Bimbingan bagi anak dan remaja yang bermasalah (Rajawali Pers : Jakarta. 1991) Halaman 78
[3] Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoretis dan Praktis (Remaja Rosdakarya : Bandung, 2006) Halaman 127
[4] Kartini Kartono, Bimbingan bagi anak dan remaja yang bermasalah (Rajawali Pers : Jakarta. 1991) halaman 83
terimakasih infonya om, membantu banget buat karya tulis saya.
ReplyDeleteartikelnya sangat bagus, kami juga ada solusi agar guru maupun orangtua bisa memenatau siswanya agar tidak bolos lagi, silahkan kunjungi website kami diABSENSI SISWA
ReplyDelete