Suatu negara tidak akan mengalami kemajuan dalam berbagai segi manakala tidak didukung dengan kualitas manusianya yang berilmu dan berdedikasi tinggi. Saat ini hal itu dapat kita lihat, bahwa kita tidak bisa meghindar dari percaturan dunia global yang semakin hari semakin maju dan canggih. Suatu kejadian yang ada diseberang dunia sana dapat kita saksikan lewat akses tehnologi yang serba canggih dan mutakhir.
Namun ada hal yang masih menyisakan pertanyaan besar pada kita umat islam di Indonesia. Yaitu seberapa jauh kemampuan system pendidikan agama dinegara kita dapat mengimbangi lajunya deras arus globalisasi yang semakin lama tambah tidak karuan. Tentunya hal demikian bukanlah sebuah pertanyaan yang gampang dijawab sebagimana membalikkan telapak tangan. Perlu adanya perenungan dan penataan kembali secara menyeluruh system pendidikan yang ada di Indonesia, terutama dibidang agama.
Menurut UU No 55 tahun 2007, pendidikan agama adalah pendidikan yang memberikan pengetahuan dan membentuk sikap, kepribadian, dan keterampilan peserta didik dalam mengamalkan ajaran agamanya, yang dilaksanakan sekurang-kurangnya melalui mata pelajaran/kuliah pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.
Sedangkan pendidikan keagamaan adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan tentang ajaran agama dan / atau menjadi ahli ilmu agama dan mengamalkan ajaran agamanya.
Di negara Indonesia jumlah pemeluk agama ada sekitar 200 juta manusia. Jika orang tsb menjalankan ibadahnya dengan benar, harusnya tidak ada koruptor di Indonesia. Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa Indonesia menjadi negara dengan jumlah koruptor terbanyak di dunia ? Apakah ini menunjukkan kegagalan pendidikan agama di Indonesia ?
Sebenarnya secara umum tidak ada yang salah dengan kebijakan undang-undang terkait dengan pendidikan Islam di Indonesia. Hanya mungkin masalahnya ialah dalam hal pelaksanaannya di lapangan yang tidak sesuai dengan undang-undang. Misalnya dalam pasal 5 ayat (7) disebutkan bahwa Pendidikan agama diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, mendorong kreativitas dan kemandirian, serta menumbuhkan motivasi untuk hidup sukses. Dalam prakteknya sebagian besar tidaklah seperti itu. Pendidikan agama justru dirasa sangat membosankan bagi sebagian besar peserta didik. Dalam masalah ini kompetensi guru / pendidik menjadi salah satu penyebabnya. Akibatnya banyak para lulusan yang nilai-nilai keagamaannya tidak tertanam secara matang. Dampaknya dimasa depan jika ia menjadi pejabat maka ia akan melakukan korupsi dan berbagai tindak penyelewengan lainnya.
Sekain itu kesemrawutan sistem pendidikan agama dikalangan umat Islam Indonesia kurang mendapat perhatian serius dari semua lapisan elemen masyarakat, khususnya pemerintah sebagai lembaga resmi penyelenggara pendidikan. Hal ini dapat kita rasakan, bahwa mayoritas lembaga pendidikan agama yang dikelola oleh lembaga swasta tidak mendapatkan legalisasi dari pemerintah dan tidak bisa bersaing dengan dunia global. Belum lagi saat ini banyak muncul berbagai kegiatan yang kelihatannya bermotif agama, namun sejatinya adalah merusak citra agama itu sendiri.
Pemerintah, dalam hal ini Depag seharusnya sejak dini respon dengan realitas yang ada. Mengapa lembaga sekolah dan pondok pesantren yang bernuansa agama sejak dulu tidak pernah mendapat perhatian serius dari pemerintah. Sehingga mengakibatkan kurang mampunya para lulusan madrasah dan pondok pesantren merespon gejolak dunia global yang penuh dengan serba system teknologi mutakhir.
Dunia internasional menuntut kita untuk ikut berperan secara langsung sebagai pemain bukan sebagai penonton. Makanya diperlukan pula adanya kesesuaian antara kurikulum pendidikan Islam dengan kemajuan teknologi yang semakin mengglobal ini. Pesantren misalnya, sebagai lembaga pendidikan Islam yang sudah lama bercokol di Indonesia seharusnya memiliki sistem pendidikan yang lebih baik dari pada lembaga pendidikan lainnya. Namun pada kenyataannya pesantren yang kita lihat justru mengalami stagnasi seolah jalan ditempat. Di zaman modern sekarang ini pesantren harus bisa berimprovisasi merespon arus global yang semakin kencang. Tentunya dengan tanpa meninggalkan kekhasan nilai pesantren itu sendiri.
Penerapan kebijakan pendidikan Indonesia terkait dengan Pendidikan Agama Islam secara formal dapat dilakukan dengan cara mendirikan sekolah-sekolah diniyah dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Pendidikan diniyah nonformal diselenggarakan dalam bentuk pengajian kitab, Majelis Taklim, Pendidikan Al Qur’an, Diniyah Takmiliyah, atau bentuk lain yang sejenis. Sedangkan pendidikan diniyah informal dapat dilakukan dengan mendrikan pesantren pesantren.
Selanjutnya : UU Guru dan Dosen
No comments:
Post a Comment