ARTI SEBUAH PERSAHABATAN
Seseorang tidak akan bisa mengerti akan perasaan orang lain jika ia sendiri tidak memiliki hati seorang pemaaf.
Ucapan dari guru itu ternyata membuatnya merasa tersindir. Saat ini dia memang sedang memiliki masalah yang berhubungan dengan hal itu. Dia sedang tidak bisa memaafkan orang yang telah membuatnya marah dan jengkel. Orang itu adalah teman sekelasnya sendiri yang juga merupakan sahabat karibnya. Sudah lama mereka menjalin persahabatan itu. Sebuah persahabatan yang kadan menimbulkan perasaan iri pada orang lain. Betapa tidak, perahabatan mereka ibarat saudara kandung yang keduanya merasa saling memiliki dan saling membutuhkan. Namun ironisnya persahabatan yang begitu indah itu kini harus retak hanya gara-gara sepeda motor yang rusak. Sebenarnya masalahnya sepele dan tidak seberapa jika dibandingkan dengan persahabatan sejati yang mereka korbankan.
Awal keretakan itu dimulai ketika Doni meminjam motor milik Rustam. Waktu itu Doni membutuhkan sekali kendaraan untuk mengurusi permasalahan yang sedang ia hadapi. Sebagai sahabat karibnya, Rustam ingin menolongnya dan dpinjamkanlah motornya itu pada Doni. Sebelum pergi, Rustam berpesan pada Doni agar berhati-hati mengendarainya. Motor itu adalah motor kesayangannya. Ia tidak ingin terjadi apa-apa pada motornya. Sebelumnya Doni mengucapkan terima kasih pada sahabat karibnya itu. Ia berjanji akan berhati-hati mengendarainya dan akan mengembalikan motornya dalam keadaan utuh.
Orang bijak mengatakan janji tinggallah janji tetapi ketetapan berada ditangan Tuhan. Percuma saja semanis apapun berjanji jika ternyata Tuhan tidak mengijini. Seperti pepatah mengatakan nasib orang siapa yang tahu. Sekarang bisa saja merasa senang tapi boleh jadi nanti atau besok menjadi sebaliknya. Seperti yang dialami Doni. Ia tertimpa kemalangan karena tanpa sengaja ia telah menabrak sebuah mobil yang akan berbalik arah. Ia terlambat menyadari situasi saat itu sehingga laju sepeda motornya pun tidak bisa ia kendalikan. Akibatnya kecelakaan pun tidak bisa dihindari. Tubuh Doni pun terlempar sementara motornya mengalami kerusakan cukup parah. Tubuhnya luka karena bergesekan dengan aspat yang kasar lagi keras.
“Apa!! Kamu telah merusak motorku!! Kamu tahu
“Tapi Tam, aku tidak sengaja melakukannya dan aku sudah meminta maaf padamu. Lagian itu bukan sepenuhnya salahku. Mobil itu yang tidak memberi tanda kalau mau balik arah,” Doni membela diri. Sesekali ia menyeringai menahan perih.
“Memangnya dengan permintaan maafmu motorku bisa kembali lagi seperti semula? Hah!! Ini lagi, malah menyalahkan orang lain. Dasar orang yang tidak bertanggungjawab. Aku tidak sudi lagi memiliki teman sepertimu. Mulai sekarang persahabatan kita putus!” wajah Rustam memerah menahan amarah. Suaranya semakin meledak-ledak. Doni agak ciut mendapat bentakan Rustam yang terlihat semakin tak bersahabat. Dia tidak percaya dan sama sekali tidak menyangka kalau Rustam akan semarah itu. Namun ia tetap mencoba memadamkan api yang sedang bergejolak itu. Ia berusaha membuat nota kesepahaman demi tetap menjaga hubungan persahabatan mereka yang telah terjalin begitu lama. Doni tidak mau kehilangan seorang sahabat hanya karena satu kesalahan yang itu pun dilakukan tanpa sengaja.
“Baik, kalau begitu aku akan bertanggung jawab mengganti segala kerusakan motormu. Aku berjanji!!” Doni berusaha membujuk Rustam. Ia berharap kali ini akan berhasil. Namun, dasar Rustam memang kesar kepala. Ia sudah terlanjur marah, segala bujuk rayu sudah tidak mempan lagi baginya.
“Aku sudah tak percaya lagi omonganmu! Kamu telah merusak sepeda motorku! Sekarang pergi dari hadapanku. Aku tidak mau lagi bersahabat denganmu. Titik!!”
“Kalau kamu tidak rela kalau motormu rusak, kenapa tadi kamu mau meminjamkannya kepadaku? Jadi kalau motormu rusak atau kecelakaan itu sudah menjadi resiko. Lagian aku tidak meminta, kamu sendiri yang menawarkannya padaku. Jadi tidak benar jika semuanya adalah kesalahanku.” Doni masih mencoba memberikan alasan yang mungkin bisa diterima Rustam. Ia tidak mau menyerah. Di kelas ia terkenal paling pandai berargumentasi. Semua orang kalah dan takluk jika adu argumentasi dengannya. Tapi entah kenapa ia merasa kesulitan saat menghadapi Rustam. Mungkin karena Rustam lebih menggunakan emosi dari pada rasionya sendiri sehingga berbagai alasan dan penjelasan dari Doni tidak mempan lagi.
“Oke!! Jika memang begitu maumu. Lagian siapa juga yang mau bersahabat dengan orang sepertimu. Egois dan tidak mau mengerti keadaan orang lain. Orang sepertimu memang tidak pantas mendapatkan teman. Aku menyesal bersahabat denganmu!” lantas Doni berpaling meninggalkan Rustam.
“Memangnya kamu saja!! Aku juga menyesal memiliki orang yang tidak tahu berterima kasih!!” Rustam tidak mau kalah.
Doni tidak menoleh, ia pura-pura tidak mendengarkan Rustam. Sakit hati Doni mendengarkan perkataan Rustam, lebih sakit dari luka-luka yang dideritanya. Hatinya gerimis sedih seolah mendung sedang menggantung dilangit hatinya. Sepertinya Doni harus rela kehilangan persahabatan itu. Ultimatum yang diberikan Rustam padanya sudah tidak bisa memberikannya harapan lagi. Doni benar-benar kecewa. Kecewa pada diri sendiri dan pada Rustam. Ia ceroboh dalam mengendarai sepeda motor Rustam sehingga sepeda motor itu kini hanya tinggal seperti barang rongsokan, tidak ada yang mau membelinya. Sementara disisi lain Rustam tidak mau mengerti situasi dirinya saat ini. Ia terlalu egois, hanya memikirkan diri sendiri dan sepeda motornya. Ia sama sekali tidak memikirkan kondisi sahabatnya yang terluka akibat kecelakaan itu. Ia lebih memikirkan benda mati yang sekarang telah berubah menjadi besi tua yang laku murah di pasaran.
Sejak saat itu hari-hari mereka lalui dengan saling bersitegang. Perang urat syaraf segera dimulai. Sikap keduanya menjadi berbalik seratus delapan puluh derajat. Keakraban mereka telah berganti dengan sikap apatis dan acuh tak acuh. Mereka saling membuang muka jika berpapasan. Teman-teman yang selama ini kagum akan persahabatan mereka, kini terheran-heran. Pemandangan yang terlihat kontras itu membuat mereka diliputi tanda tanya besar, mengapa keduanya yang dulu bagaikan saudara kandung tiba-tiba saja menjadi bagaikan anjing dan kucing. Tapi itulah kehidupan, sebagian mengatakan demikian. Penjelasan yang masih terlalu umum memang, tapi mungkin sebagian bisa mendapatkan jawaban dari ucapan tersebut.
Hari-hari berikutnya bendera perang masih berkibar dantara keduanya. Entah sampai kapan bendera itu akan terus berkibar. Harapan Doni bendera itu segera berganti dengan bendera putih sebagai simbol perdamaian. Keinginan untuk memperbaiki tali persahabatan masih tertanam dalam lubuk hatinya. Ia berharap dilema ini akan segera berakhir.
Sementara itu Rustam terpaksa naik bis. Motornya belum selesai diperbaiki. Seperti yang terlihat siang ini, dia sedang menunggu bis di depan sekolahnya. Doni yang melihatnya merasa iba juga. Dalam hatinya ia tetap merasa bersalah. Sebenarnya ia ingin menyelesaikan permasalahan ini, tapi ia tidak tahu bagaimana caranya.
Bis yang ditunggu Rustam sudah datang.
“Sabar ya dik, sebentar lagi tim evakuasi akan segera datang. Kami tidak berani melakukannya sendiri. Ini menyangkut keselamatan nyawa adik. Kami tidak bisa memberikan pertolongan sesuai prosedur. Saya harap adik tenang” Kata salah seorang satpam kantor.
Tenang? Bagaimana bisa tenang jika saat ini nyawanya sedang terancam bahaya. Rustam tidak menyangka kalau dari sekian banyak orang dihadapannya tidak ada seorangpun yang berani menolongnya. Semuanya pengecut. Mereka hanya menonton dirinya yang sedang dikelilingi kematian.
Bau bensin mulai tercium. Sepertinya tangki bahan bakar bocor. Seorang satpam menyuruh semua orang agar menjauhi bis itu. Mereka menuruti perintah seraya mata tetap tertuju pada Rustam yang sedang terkapar dengan wajah nanar tak berdaya. Semua mata iba memandangnya. Namun rasa iba itu tidak cukup menggerakkan tubuh mereka untuk menolong Rustam. Rasa takut membuat kaki mereka tidak bisa digerakkan, seolah-olah tertancap pada perut bumi. Rustam hanya bisa pasrah. Ia putus asa. Ia tidak begitu mengharapkan lagi ada orang yang menolongnya. Ia tidak peduli lagi dengan keselamatan jiwanya. Ia tinggal menunggu malaikat pencabut nyawa mwnghampiri dirinya. Tubuhnya melemah, tenaganya mulai habis. Ia tidak sanggup lagi menyaksikan orang-orang yang terdiam memperhatikannya. Matanya terpejam. Seketika itu kesadarannya hilang.
Ketika tidak ada seorangpun yang berani menolongnya, datanglah Doni. Melihat Rustam berada di dalam bis, spontan Doni menyeruak menerobos diantara kerumunan orang. Semua orang berteriak memanggilnya ketika ia turun mendekati bis yang terguling tersebut. Tapi Doni tidak menghiraukannya, ia terus mendekati bis itu dan mencoba masuk. Ia mencoba membawa Rustam keluar dari bis itu. Direnggangkannya benda yang menjepit kaki Rustam. Dan akhirnya Rustam bisa diselamatkan. Sementara itu petugas yang baru saja datang segera membawa Rustam kerumah sakit.
Satu minggu kemudian Doni menjenguk Rustam di rumah sakit. Ia menemukan Rustam sedang berbaring dengan kaki dibalut perban. Sesaat Doni ragu ketika hendak menyapanya. Ia khawatir Rustam masih marah padanya. Tapi buru-buru perasaan itu ditepisnya. Ia memberanikan diri untuk menyapanya.
“Apa kabar Tam, sudah agak baikan? Maaf aku baru bisa menjengukmu hari ini.” Sapa Doni ramah.
“Baik…” jawab Rustam dengan suara yang masih lemah.
“Terima kasih ya sudah menyelamatkan aku. Aku tidak tahu lagi bagaimana harus membalasnya. Seandainya saja kamu tidak menolongku tentu aku….” Doni segera memotongnya.
“Sudah lupakan saja, yang penting sekarang kamu selamat.”
“Don, maafkan aku ya. Aku kelewatan. Aku sadar ternyata jiwa ini lebih membutuhkan sahabat dari pada sebuah benda mati yang tiada berarti.” kata Rustam seraya mengulurkan tangannya. Doni menyambut uluran tangannya.
“Seharusnya aku yang minta maaf padamu karena aku tidak pandai menjaga amanah,” ucap Doni dengan perasaan menyesal.
“Kamu tidak bersalah, kamu
Mereka berdua tersenyum. Masing-masing telah menyadari kekeliruannya dan mulai memahami satu dengan lainnya. Kini tali persahabatan kembali terjalin diantara keduanya. Tali itu semakin kokoh karena adanya perasaan saling mengerti dan memahami. Tidak ada lagi yang bisa memutuskan ikatan persahabatan itu.
Selesai:
Pukul : 22.48 WIB
Tanggal : 1 Maret 2008
Sapen,
No comments:
Post a Comment