26 July, 2009

Rinduku

RINDUKU

Entah kenapa hari ini kepalaku begitu pusing. Hari-hariku begitu membosankan. Semua kulalui tanpa kegiatan apapun. Hanya melamun, melamun dan melamun. Entah apa yang aku pikirkan. Ataukah siapa…?

Hari ini aku sakit. Kepalaku terasa begitu berat, pusing seperti gasing yang sedang dimainkan. Tubuhku seperti tertindih batu besar, terasa berat dan tidak bisa digerakkan. Dalam kondisi seperti ini biasanya ibu yang selalu merawatku hingga aku benar-benar sembuh. Tapi tidak untuk kali ini. Aku sedang berada di negeri tetangga, jauh dari ibu, jauh dari keluarga, dan jauh dari orang-orang yang paling kucintai.

Satu-satunya yang bisa menolongku adalah teman-temanku sendiri yang tinggal satu kost. Mereka baik, kadang menjengukku seraya membawakan oleh-oleh. Padahal ketika sehat, kami saling mengejek dan bermusuhan. Yah walaupun tdak musuhan beneran. Tapi bagiku mereka tidak bisa menggantikan ibuku. Teman-tetaplah teman dan mereka tahu tentangku hanya sebatas apa yang kuperlihatkan pada mereka. Mereka tidak tahu isi hatiku sebenarnya. Walau pun begitu, aku tatap bersyukur.Tanpa mereka mungkin kondisiku tidak akan lebih baik dari saat ini.

Hari menjelang siang, mentari mulai meninggi. Indah sekali mentari pagi di pesisir pantai. Sinarnya yang kekuning-kuningan terbias diperairan dan terombang ambing dmainkan gelombang. Semilir udara pagi membuatku merasa semakin membaik. Aku duduk diatas pasir kecoklatan yang lembut nan bersih. Kurasakan kelembutannya dengan ujung-ujung kakiku. Laut masih sepi. Mataku menerawang kelaut lepas. Mencari-cari sesuatu yang aku sendiri tidak tahu sesuatu itu apa. Hanya pandangan kosong yang tertuju kebatas cakrawala. Melamun… Yah itulah kata-kata yang tepat. Dan itulah kegiatanku sehari-hari. Sepertinya sudah menjadi kebiasaan. Berpura-pura memikirkan sesuatu permasalahan besar yang yang permasalahan itu tidak pernah ditemukan pemecahannya.

Jauh dilepas pantai, mataku melihat ombak bergulung-gulung. Sesaat kemudian tanah disekitarku berguncang hebat seperti hendak tercerabut dari perut bumi. Aku bingung tidak tahu apa yang harus kulakukan. Sementara itu ombak semakin meninggi dan semakin dekat dengan pantai. Seolah-olah ombak tersebut ingin menelan daratan yang disitu aku sedang berdiri kaku. Sadar dengan bahaya yang sedang mengancam nyawaku, aku berusaha lari sekencang-kencangnya. Namun aneh, kakiku sa sekali tidak bisa aku gerakkan. Hanya tubuh dan tanganku saja yang bisa digerakkan. Lalu aku melihat ke sekelilingku. Apa yang aku dapatkan sungguh mengerikan. Rumah-rumah hancur, rata bercampur dengan tanah. Pohon-pohon tumbang tercabut dari akarnya. Ada yang menimpa rumah, kendaraan bahkan menimpa manusia yang sedang mencoba berlari menyelamatkan diri. Air laut kini sudah berdiri tepat dihadapanku seperti dinding bergerak menghempas tubuhku. Aku hanyt terbawa arus. Tubuhku melayang dan duk… kepalaku membentur benda keras. Aku tidak bisa melihat apa-apa lagi. Semuanya putih dan kabur.

“Kriiing… Kriiing.” Aku tersentak dan terbangun dari tidurku. Ponsel disampingku menjerit. Aku membiarkannya sebentar. Lalu ponsel itu berhenti menjerit. Ternyata hanya miss call. Jam dindng di kamarku menunjukkan pukul delapan tepat. Ponselku kembali bergetar. Kali ini SMS masuk.

1 pesan diterima

Aktifkan

Buka

“Whoy, bangun-bangun!!! Mau kuliah nggak? Dosennya katanya hari ini mau masuk.”

Ternyata SMS dari temanku. Aku mulai sibuk memencet tombol ponselku.

Pilihan

Jawab

“Hari ini aku tidak masuk, tolong di ijinin ya. Trims.”

Pilihan

Kirim

OK

……..

Laporan… pesan terkirim.

Huh. Tumben dosennya datang, biasanya kalau aku masuk dia tidak pernah datang. Apa dia sirik sama aku ya. Bodoh amat. Buat apa mikirin kuliah, bikin aku tambah pusing saja. Sudah beberapa hari ini aku tidak masuk kuliah, dan hari in adalah ketiga kalinya aku ijin. Badanku masih lemah, belum siap menerima ceramah dar dosen. Aku masih ingin beristirahat hingga kondisiki benar-benar pulih. Tidur di atas kasur sambil mendengarkan lagu-lagu kesayanganku.

Pukul sembilan ponselku berbunyi lagi. Seketika wajahku berubah cerah tatkala melihat nama yang tertera pada layar ponselku. Seulas senyum simpul kutujukan pada pemilik nama ini. Pelan-pelan kujawab. Terlintas dalam benakku sosok wajah ayu yang juga sedang lewat ponsel seperti aku. Nan jauh di sana ia sedang memperhatikanku, mendengarkan penuturanku dan kadang memberi nasehat kepadaku. Dia selalu memberiku motivasi dan membuatku merasa bersemangat setelah mendengarkan nasehat darinya. Tidaklah salah jika aku mencintainya. Tapi cintaku berbeda dengan cinta kebanyakan orang. Cintaku bukan karena suka padanya tapi cintaku adalah karena aku menghormatinya. Aku menyanjungnya dan begitu menghormatinya. Dia lain dari wanita biasanya. bagiku dia adalah bidadari surga.

Cukup lama aku berbicara dengannya. Dia menanyakan kabarku dan mengingatkanku untuk selalu minum obat dan banyak istirahat. Dia begitu perhatian padaku, seperti ibuku. Aku sendiri juga mengkhawatirkannya. Lalu menanyakan kabarnya. Aku bahagia karena dia baik-baik saja tidak terjadi apa-apa. Percakapan kami pun dihentikan setelah dia mengucapkan salam.

Aku tidak menyangka kalau dia sebegitu perhatiannya padaku. Beruntunglah aku karena dia adalah penyelamat jiwaku. Obat bagi rasa sakitku. Kata-katanya adalah penyemangat hidupku. Tidak ada satupun kata yang keluar sia-sia dari mulut manisnya. Meskipun dia jauh, namun bagiku dia selalu ada di hatiku. Aku ingin selalu bersamanya. Semoga suatu saat nanti aku bisa menyandingnya, berkumpul bersama dalam jalinan ikatan cinta yang halal dan direstui. Keinginanku begitu menggebu. Tunggulah aku wahai bidadari surgaku. Aku pasti akan melamarmu.

Selesai : Kamis, 3 Januari 2008

Pukul : 15.53 WIB

Yogyakarta

No comments:

Post a Comment