19 December, 2009

Proposal

PENGARUH KEPRIBADIAN GURU AGAMA TERHADAP MOTIVASI BERAGAMA SISWA KELAS X MAN MAGUWOHARJO SLEMAN YOGYAKARTA

A. Latar Belakang Masalah

Guru sebagai pendidik dan pengajar merupakan faktor penentu kesuksesan dalam usaha pendidikan. Itulah sebabnya setiap adanya inovasi pendidikan khususnya dalam upaya peningkatan sumber daya manusia yang ingin dihasilkan dari usaha pendidikan selalu bermuara pada faktor guru. Hal ini menunjukkan bahwa betapa eksisnya peran guru dalam usaha pendidikan. Dalam kamus besar bahasa Indonesia edisi ke-2 1991, guru diartikan sebagai orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya) mengajar. Dalam bahasa inggris teacher itu memiliki arti sederhana yaitu A person whose occupation is teaching others (Mc Lead, 1989) artinya guru adalah orang yang pekerjaannya mengajar orang lain. Guru adalah pendidik profesional yang wajib memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan (UU Sisdiknas 2003 Bab IX Pasal 40 ayat 2b). Guru adalah seseorang yang harus selalu ditaati dan diikuti.

Dalam ajaran islam, guru mendapatkan kehormatan dan kedudukan yang tinggi. Penghargaan dan penghormatan yang tinggi ini sangat logis diberikan kepadanya, karena dilihat dari jasanya yang demikian besar dalam membimbeng, mengarahkan, memberikan pengetahuan, membentuk akhlak dan menyiapkan anak didik agar siap menghadapi hari depan dengan penuh keyakinan dan percaya diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi kekhalifahannya dimuka bumi dengan baik.[1]

Menurut Al-Ghazali seorang sarjana yang bekerja mengamalkan ilmunya adalah lebih baik dari pada seorang yang hanya beribadat saja, puasa setiap hari dan sembahyang setiap malam.[2]

Dalam masyarakat jawa seorang guru harus selalu memikirkan perilakunya, karena segala yang dilakukannya akan dijadikan teladan oleh murid-murid dan masyarakatnya. Guru selalu menjadi panutan bagi siswanya oleh karena itu setiap calon guru diharapkan mampu memahami kepribadian dirinya yang diperlukan/ menjadi contoh bagi para siswanya.[3]

Dalam arti sederhana, kepribadian berarti sifat hakiki individu yang tercermin dalam sikap dan perbuatan yang membedakan dirinya dari orang lain. Kepribadian itu relative stabil, pengertian stabil disini berarti kepribadian itu tetap dan tidak berubah. Mulai dari kehidupan manusia dari kecil sampai dengan dewasa/tua, kepribadian itu selalu berkembang dan mengalami perubahan-perubahan. Tetapi didalam perubahan itu terdapat pola-pola tertentu yang tetap. Makin dewasa orang itu, makin jelas polanya makin jelas adanya stabilitas. Begitu juga seorang guru semakin tua semakin banyak pengetahuannya dan hal itu tercermin dalam kepribadian yang dimilikinya.

Kepribadian bersifat psikofisik yang berarti baik faktor jasmaniah maupun rohaniah individu itu sama-sama memegang peranan dalam kepribadian. Ia juga bersifat unik, artinya kepribadian seseorang sifatnya khas, mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan individu lain.[4] Kepribadian adalah faktor yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan seorang guru sebagai pengembang sumber daya manusia, karena disamping ia berperan sebagai pembimbing dan pembantu ia juga berperan sebagai anutan.

Dalam belajar, bagaimana sikap dan perilaku guru turut menentukan bagaimana hasil belajar yang dapat dicapai anak. Hal ini tentu tidak terlepas dengan adanya motivasi yang timbul dari masing-masing peserta didik. masUntuk era sekarang apakah kepribadian guru khususnya guru agama masih bisa dijadaaikan anutan bagi para siswanya ataukah belum? Seberapa besar pula pengaruhnya terhadap motivasi belajar agama siswa. Oleh karena itu penelitian ini diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan ini.

Peneliti akan melaksanakan penelitiannya pada siswa kelas X MAN Maguwoharjo Sleman Yogyakarta pada tahun ajaran 2007/2008. Alasan penulis memilih siswa kelas X MAN Maguwoharjo Sleman Yogyakarta, karena siswa kelas X di MAN ini dapat dikatakan tingkat keagamaannya rendah karena pada tahun ini siswa kelas X lebih didominasi oleh siswa lulusan SMP dari pada lulusan MTS, selain itu berdasarkan ujian membaca Al-Qur’an banyak siswa baru yang belum bisa membaca Al-Qur’an dengan benar namun motivasi belajar siswanya dapat dikatakan tinggi.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Apakah ada pengaruh antara kepribadian guru agama terhadap motivasi beragama siswa kelas X MAN Maguwoharjo Sleman Yogyakarta?

2. Kalau ada pengaruhnya, seberapa besarkah pengaruh kepribadian guru agama terhadap motivasi beragama siswa kelas X MAN Maguwoharjo Sleman Yogyakarta.

C. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh kepribadian guru agama terhadap motivasi beragama siswa kelas X MAN Maguwoharjo Sleman Yogyakarta

b. Untuk mengetahui besar kecilnya kepribadian guru agama terhadap motivasi beragama siswa kelas X MAN Maguwoharjo Sleman Yogyakarta

2. Kegunaan Penelitian

  1. Secara Teoritis

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan informasi tentang pemecahan masalah yang berkaitan dengan kepribadian guru agama dengan motivasi belajar agama siswa.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam mengevaluasi hasil pembelajaran di MAN Maguwoharjo Sleman Yogyakarta.

b. Secara Praktis

1. Bagi guru-guru di MAN Maguwoharjo akan memperoleh informasi tentang bagaimana pengaruh kepribadian guru agama terhadap motivasi beragama siswa.

2. Jika diketahui bahwa ternyata kepribadian guru agama berpengaruh terhadap motivasi belajar agama siswa, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan guru-guru di MAN.

3. Bagi penulis dapat menambah wawasan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan

D. Alasan pemilihan judul

Alasan yang mendasari penulis untuk mengkaji judul proposal adalah karena tingginya motivasi belajar siswa merupakan suatu yang harus diteliti. Dan juga pentingnya kepribadian yang harus dimiliki oleh guru agar pembelajaran dapat berjalan dengan baik.

Dari sinilah penulis ingin mengetahui seberapa besar pengaruh kepribadian guru agama dalam pembelajaran khususnya terhadap motivasi belajar agama siswa dengan menggunakan pengukuran statistik. Oleh karena itu peneliti memilih judul “Pengaruh Kepribadian Guru Agama Terhadap Motivasi Beragama Siswa Kelas X MAN Maguwoharjo Sleman Yogyakarta”

E. Telaah Pustaka

Setelah penulis mencari-cari hasil penelitian yang secara langsung berkaitan dengan pengaruh kepribadian guru PAI terhadap motivasi belajar agama siswa memang belum ada yang mengangkat tema tersebut. Namun ada judul skripsi yang tidak secara langsung berkaitan dengan tema pembahasan ini, yaitu skripsi yang ditulis oleh Haris Faudi dengan judul "Pengaruh Kompetensi Guru PAI Terhadap Minat dan Prestasi Belajar PAI Siswa MTS Muhammadiyah 1 Dukun Magelang". Dalam skripsi ini dijelaskan tentang bagaimana kompetensi guru PAI berpengaruh terhadap minat dan prestasi belajar siswa.

E. Kajian Teori

Kajian teori disini berisi tentang uraian teori-teori yang relevan dengan masalah yang diteliti sebagai alat untuk menganalisis hasil temuan.

1. Kepribadian guru

Faktor terpenting bagi seorang guru adalah kepribadiannya. Kepribadian itulah yang akan menentukan apakah ia menjadi pendidik dan Pembina yang baik bagi anak didiknya ataukah akan menjadi perusak/penghancur bagi hari depan anak didk, terutama bagi anak didik yang masih kecil dan mereka yang sedang mengalami kegoncangan jiwa.

Kepribadian yang sesungguhnya adalah abstrak (maknawi) sukar dilihat dan diketahui secara nyata. Yang dapat diketahui adalah penampilan / bekasnya dalam segala segi dan aspek kehidupan. Misalnya dalam tindakannya, ucapan, cara bergaul, berpakaian dan dalam menghadapi setiap persoalan/ masalah baik yang ringan maupun yang berat.

Kepribadian terpadu (integrated) dapat menghadapi persoalan dengan wajar dan sehat, karena segala unsur dalam pribadinya bekerja seimbang dan serasi. Pikiran mampu bekerja dengan tenang. Setiap masalah dipahaminya secara objektif, sebagaimana adanya. Maka sebagai guru ia dapat memahami kelakuan anak didik sesuai dengan perkembangan jiwa yang sedang dilaluinya. Pertanyaan anak didik dapat dipahami secara objektif, artinya tidak ada kaitannya dengan persangkaan/ emosi yang tidak menyenangkan.

Perasaan dan emosi guru yang mempunyai kepribadian terpadu tampak stabil, optimis dan menyenangkan. Dia dapat memikat hati anak didiknya, karena setiap anak merasa diterima dan disayangi oleh gurunya.[5]

Guru yang goncang/ tidak stabil emosinya, misalnya mudah takut, pemarah, penyedih. Anak didik akan terombang ambing dibawa oleh arus emosi guru yang goncang tersebut karena anak didik yang masih dalam pertumbuhan jiwa itu juga dalam keadaan tidak stabil karena masih dalam pertumbuhan dan perkembangan. Biasanya guru yang tidak stabil emosinya dianggap tidak menyenangkan bagi peserta didik, karena anak merasa sering kali merasa tidak dimengerti oleh gurunya. Kegoncangan perasaan anak didik itu akan menyebabkan kurangnya kemampuan untuk menerima dan memahami pelajaran , sebab konsentrasi pikirannya diganggu oleh perasaannya yang goncang karena melihat guru yang goncang.[6]

Setiap guru dalam menghadapi segala persoalan, baik menghadapi anak didik, teman-temannya sesama guru, dengan kepala sekolah dan sekolah itu sendiri akan dinilai dan diamati oleh peserta didiknya. Sikap pilih kasih dalam memperlakukan anak didik, adalah yng paling cepat dirasakan oleh anak didik. Karena semua anak didik mengharapkan kasih sayang gurunya. Kelakuan anak didik tidak boleh dijadikan alasan untuk membedakan perhatian[7].

Mc Leod (1989) mengartikan kepribadian (personality) sebagai sifat khas yang dimiliki seseorang. Menurut tinjauan psikologi, kepribadian pada prinsipnya adalah susunan atau kesatuan antara aspek perilaku mental (pikiran, perasaan) dengan aspek berilaku behavioral (perbuatan nyata).

Karakteristik kepribadian yang berkaitan dengan keberhasilan guru dalam mengeluti profesinya adalah meliputi:

Fleksibilitas Konitif Guru

Fleksibilitas kognitif guru merupakan kemampuan berpikir yang diikuti dengan tindakan secara simulan dan memadai dalam situasi tertentu. Guru yang fleksibel pada umumnya ditandai dengan keterbukaan berpikir dan beradaptasi dan selalu berpikir kritis. Berpikir kritis adalah berpikir dan bertindak dengan penuh pertimbangan akal sehat yang dipusatkan pada pengambilan keputusan untuk mengingkari atau memercayai sesuatu dan atau menghindari sesuatu (Heger & Kaye, 1990).

Dalam PBM, fleksibilitas kognitif guru terbagi atas tiga dimensi, yakni:

a) Dimensi karakteristik kepribadian guru

b) Dimensi sikap kognitif guru terhadap siswa

c) Dimensi kognitif guru terhadap materi pelajaran dan metode mengajar

d) Keterbukaan psikologi pribadi guru

Guru yang terbuka secara psikologis biasanya ditandai dengan kesediaan yang relative tinggi untuk mengkomunikasikan dirinya dengan factor-aktor ekstern antara siswa, teman sejawat, dan lingkunan pendidikan tempatnya bekerja. Ia mau menerima kritik dengan iklas. Disamping itu dia juga empati, yani respon efektif tehadap pengalamaemosinal dan perasaan tertentu orang lain (Reber, 1998). Jika salah seorang muridnya diketahui sedang mengalami kemalangan, ia turut bersedih dan menunjuan simpati serta berusaha memberi jalan kelua.

Keterbukaan psikologis sangat penting bagi guru mengingat posisinya sebagai panutan siswa. Selain posisi-pasisi positif diatas ada pula signifikasi yang lain yang terkandung dalam keterbukaan psikologs guru, yaitu:

Pertama, keterbukaan psikologis merupakan prakondisi atau prasarat penting yang perlu dimiliki guru untuk memahami pikiran dan perasaan orang lain. Kedua, keterbukaan psikologis diperlukan untuk menciptakan suasana hubungan antar pribadi guru dan siswa yang harmonis, sehingga mendorong siswa untuk mengembangkan dirinya secara bebas dan tanpa ganjalan.[8]

Cara guru berpakaian, berbicara, berjalan dan bergaul juga merupakan penampilan kepribadian lain, yang juga mempunyai pengaruh terhadap anak didik.

Setiap guru hendaknya mengetahui dan menyadari betul bahwa kepribadiannya yang tercermin dalam berbagai penampilan itu ikut menentukan tercapai/ tidaknya tujuan pendidikan. Kepribadian guru itu akan diserap dan diambil oleh peserta didik menjadi unsur dalam kepribadiannya yang sedang tumbuh dan berkembang . Jika sekolah ingin membina anak didik menjadi seorang muslim yang bertakwa dan berakhlak mulia, maka semua guru yang mengajar harus mempunyai kepribadian muslim, bertakwa dan berakhlak mulia.

Mengingat tugas guru adalah mendidik bukan hanya mengajar suatu bidang studi, maka seorang calon guru harus dibekali dengan ketakwaan terhadap Tuhan YME, kepribadian pancasila yang kuat serta pengetahuan teori dan praktek kepribadian dan keguruan yang menjadi spesialisasinya. Khusus untuk guru agama disamping kualitas yang ada diatas perlu pula disyaratkan bahwa dia harus menyakini dan mengamalkan agama yang diajarkannya.[9]

2. Motivasi beragama

Menurut Sartain, motivasi adalah suatu pernyataan yang kompleks didalam suatu organisme yang mengarahkan tingkah laku terhadap suatu tujuan.[10] Tujuan motivasi secara umum adalah menggerakkan/ mengubah seseorang agar timbul keinginan dan kemampuan untuk melaksanakan sesuatu sehingga dapat diperoleh hasil tertentu. Sedangkan dalam motivasi beragama hasil yang diharapkan oleh seorang guru menurut Al-Ghazali yaitu ber-taqarrub kepada Allah SWT. Hal tersebut karena pendidikan adalah upaya untuk mendekatkan diri pada Allah.[11]

Tokoh pendidikan Dr. John Dewey terkenal dengan "Pengajaran Proyeknya" yang berdasarkan pada masalah yang menarik minat siswa, system persekolahan lainnya. Sehingga sejak saat itu pula para ahli berpendapat bahwa tingkah laku manusia disorong oleh motif-motif tertentu, dan perbuatan belajar akan berhasil apabila didasarkan pada motivasi yang ada pada murid. Murid dapat dipaksa melakukan suatu perbuatan, tetapi ia tidak dapat dipaksa untuk menghayati perbuatan itu sebagaimana mestinya. Inilah yang menjadi tugas guru yang paling berat yakni bagaimana caranya berusaha agar murid mau belajar dan memiliki keinginan untuk belajar secara continue.[12]

Tujuan motivasi bagi seoramg guru adalah untuk menggerakkan para siswanya agar timbul keinginan untuk meningkatkan prestasi belajarnya sehingga tercapai tujuan pendidikan sesuai dengan yang diharapkan dan ditetapkan dalam kurikulum sekolah.[13]

Dalam perkembangan selanjutnya motivasi dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu:

Pertama, motivasi instrinsik adalah hal dan keadaan yang berasal dari dalam diri siswa sendiri yang dapat mendorongnya melakukan tindakan belajar. Termasuk dalam motivasi instrinsik siswa adalah perasaan menyenangi materi dan kebutuhanya tehadap materi tersebut.

Kedua, motivasi ekstrinsik adalah hal dan keadaan yang datang dari luar individu yang juga medorongnya melakukan kegiatan belajar. Yang termasuk dalam motivasi ekstrinsik adalah pujian dan hadiah, peralatan sekolah, suri tauladan guru dan lain-lain.

Kekurangan atau ketikadaan motivasi baik yang bersifat instrinsik maupun ekstrinsik akan menyebabkan kurang semangatnya siswa dalam melakukan proses pembelajaran materi-materi di sekolah maupun di rumah.[14]

Proses belajar yang dijalani siswa merupakan proses yang panjang, ditempuh selama bertahun tahun. Belajar membutuhkan motivasi yang konstan tetep tinggi dari para siswanya. Agar siswa memiliki motivasi yang tinggi, beberapa usaha perlu dilakukan oleh guru untuk membangkitkan motivasi ini. Beberapa usaha yang dapat dilakukan oleh guru, diantaranya adalah

1) Menjelaskan manfaat dan tujuan dari pelajaran yang diberikan. Tujuan yang jelas dan manfaat yang betul-betul dirasakan oleh siswa akan membangkitkan motivasi belajar.

2) Memilih materi atau behan pelajaran yang betul-betul dibutuhkan oleh siswa. Sesuatu yang dibutuhkan akan menarik minat siswa, dan minat merupakan salah satu bentuk motivasi.

3) Memilih cara penyajian yang bervariasi, sesuai dengan kemampuan siswa dan banyak memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencoba dan berpartisipasi. Banyak berbuat dan belajar bagaimanapun juga akan lebih membangkitkan semangat disbanding dengan yang mendengarkan. Oleh karena itu guru perlu menciptakan berbagai kegiatan siswa didalam kelas.

4) Memberikan sasaran dan kegiatan. Sasaran akhir dari kegiatan belajar siswa adalah lulus dari ujian akhir. Menempuh ujian akhir bagi siswa yang masih baru masuk merupakan kegiatan yang masih terlalu lama, oleh karena itu perlu diciptkan sasaran dan kegiatan antara lain seperti ujian semester, ujianbulanan, mingguan dsb. Hal itu dilakukan sesuai dengan salah satu prinsip motivasi, bahwa makin dekat kepada sasaran atau tujuan makin besar motivasi. Supaya motivasi ini besar maka tujuan atau sasaran-sasaran tersebut harus didekatkan.

5) Berikan kesempatan pada siswa untuk sukses. Sukses yang dicapai oleh siswa akan membangkitkan motivasi belajar, dan sebaliknya kegagalan yang beruntun dapat menghilangkan motivasi. Berikan tugas, latihan dsb. Yang kira-kira dapat dikerjakan dengan baik oleh siswa, agar siswa memperolah siswa sukses. Apabila dikelas ada siswa yang kemampuannya kurang, berikanlah tugas yang lebih sederhana atau lebih mudah, supaya diapun memperoleh sukses.

6) Berikanlah kemudahan dan bantuan dalam belajar. Tugas guru atau pendidik disekolah adalah membantu perkembangan siswa.agar perkembangan siswa lancer, berikanlah kemudahan-kemudahan dalam belajar, dan jangan sebaliknya guru mempersulit perkembangan belajar yang dialami siswa. Apabila siswa mengalami kesulitan atau hambatan dalam belajar, berikanlah bantuan, baik langsung oleh guru maupun memberi petunjuk kepada siapa atau kemana meminta bantuan.

7) Berikanlah pujian, ganjaran atau hadiah. Untuk membangkitkan motivasi belajar secara sederhana guru dapat melakukannya melalui pemberian pujian. Pujian akan membangkitkan semangat, tetapi sebaliknya kritik, cacian dan kemarahan akan membunuh motivasi belajar. Apabila keadaan memungkinkan untuk sukses-sukses tertentu, seperti siswa yang mengerjakan tugas dengan baik akan mendapatkan nilai terbaik, dapat dibewri ganjaran atau hadiah.

8) Penghargaan terhadap pribadi anak. Bagaimanapun ampuhnya ketujuh upaya pembangkit motiasi di atas, perlu dilandasi oleh sikap dan penerimaan yang wajar dari guru terhadap keberadaan dan pribadi siswa. Motif keempat dari maslaw adalah motif harga diri (self esteem). Harga diri ini bukan hanya dimiliki oleh siswa dewasa tetapi juga anak-anak. Sikap menerima siswa sebagaimana adanya, menghargai pribadi siswa, memberi kesempatan kepada siswa mencobakan jalan pikirannya sendiri, mendasari semua bentuk usaha pembangkitan motivasi diatas.[15]

F. Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara atas permasalahan penelitian, hipotesa dalam penelitian ini adalah:

Ha: ada pengaruh antara kepribadian guru agama terhadap motivasi beragama siswa kelas x MAN Maguwoharjo Sleman Yogyakarta.

Ho: tidak ada pengaruh antara kepribadian guru agama terhadap motivasi beragama siswa kelas x MAN Maguwoharjo Sleman Yogyakarta

G. Metode Penelitian

1. Jenis penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian lapangan yaitu penelitian pengumpulan datanya dilakukan dilapangan. Sedangkan menurut jenis datanya termask kuantiatif yaitu penelitian yang datanya didiskripsikan dalam bentuk angka.

2. Variabel

Variabel dibagi menjadi 2, yaitu:

Variable bebas atau variabel yang mempengaruhi. Dalam penelitian ini variabel bebasnya kepribadian guru agama (variable X)

Variabel terikat. Dalam penelitian ini variabel terikatnya adalah motivasi beragama siswa (variabel Y)

3. Metode penentuan subjek

Metode penentuan subjek merupakan usaha penentuan sumber data, artinya dari mana sumber data diperoleh.[16] Adapun yang dijadikan sebagai subjek dalam penelitian ini adalah kepala sekolah, guru dan murid.

4. Metode Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data penelitian, digunakan beberapa metode, yaitu:

a. Metode Observasi

Metode observasi merupakan suatu teknik mengumpulkan data dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung. Kegiatan tersebut bisa berkenaan dengan cara guru mengajar, siswa belajar dan sebagainya. Observasi yang akan peneliti lakukan yaitu observasi nonpartisipatif yang artinya peneliti tidak ikut serta dalam kegiatan yang sedang berlangsung (peneliti hanya mengamati).[17]

b. Metode Interview

Interview sering disebut dengan wawancara yaitu sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperleh informasi dari yang diwawancarahi[18].

c. Metode Dokumentasi

Metode dokumentasi yaitu mecari data mengenai hal-hal yang berupa catatan, transkip, buku, agenda dan lain-lain.[19] Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data tentang hal-hal yang berhubungan dengan penelitian, seperti jumlah guru maupun siswa dan juga gambaran umum MAN Maguwoharjo yaitu letak geogafis maupun sejarahnya.

d. Metode angket

Metode angket adalah cara pengumpulan data berbentuk pengajuan pertanyaan tertulis melalui sebuah daftar pertanyaan yang sudah disiapkan sebelumnya[20]. Metode ini digunakan untuk mengetahui tentang kepribadian guru agama di MAN Maguwoharjo serta mengetahui tingkat motivasi belajar agama siswa yang ditujukan kepada para siswa.

5. Metode analisis data

Untuk menganalisis data yang telah terhimpun, dalam penelitian ini menggunakan 2 macam analisis data, yaitu:

a. Teknik analisis kualitatif

Teknik ini digunakan untuk mengolah data yang bukan angka, adapun metode yang digunakan adalah:

Metode deduktif yaitu cara memberi alasan dengan berpikir dan bertindak dari pernyataan yang besifat umum dan menarik kesimpulan yang besifat khusus[21]. Metode Induktif adalah cara berpikir untuk memberikan alasan yang dimulai dengan pernyataan yang spesifik untuk menyusun argumen yang bersifat umum[22].

b. Teknik alalisis kuantitatif

Teknik ini digunakan untuk menganalisis data yang berwujud angka. Penulis menggunakan tenik analisis korelasi sederhana product moment yaitu metode untuk menemukan ada tidaknya dan seberapa eratnya hubungan ini, dengan rumus:[23]

rxy:

rxy : Angka indek korelasi "r" producn Moment

: Jumlah Subjek

: Jumlah Variabel X

: Jumlah Variabel Y

Kuat atau tidaknya hubungan ini ditujukkan dengan harga koefsien (r), yaitu[24]:

Harga Koefisien r

Interpretasi

0,800-1,00

Tinggi

0,600-799

Cukup

0,400-0,599

Agak rendah

0,200-0.399

Sangat rendah

0,000-199

Tidak berkorelasi

1. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan dimaksud untuk memberikan gambaran dari skipsi ini, adapun skripsi ini terdiri dari empat bab, yaitu:

Bab I Pendahuluan. Dalam bab ini dkemukakan tentang latar belaang masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, alasan pemilihan judul, telaah pustaka dan kajian teo

Bab II berisi tentang gambaran umum MAN Maguwoharjo. Bagian ini dimulai dari letak geografis, sejarah berdiri dan perkembangannya, dasar dan tujuan pendidikan, struktur organisasi, keadaan guru dan siswa serta sarana dan prasarana sekolah.

Bab III membahas tentang pengaruh kepribadian guru PAI terhadap motivasi belajar agama siswa. Berisi tentang laporan hasil penelitian yang berisi penyajian data dan pembahasan hasil penelitian tentang pengaruh kepribadian guru PAI teradap motivasi belajar agama siswa.

Bab IV merupakan penutup yang berisi kesimpulan sebagai jawaban permasalahan dan saran yang didasarkan pada penelitian yang telah dilaksanakan oleh peneliti.

Setelahnya merupakan bagian akhir dari skripsi yang terdiri dari daftar pustaka dan lampiran-lampiran.

DAFTAR PUSTAKA

Muchtar Buchori, Ilmu Pendidikan dan Praktek Pendidikan dalam Renungan, Yogyakarta: Tiara Wacana.

Ngalim Purwanto, 2006, Psikologi Pendidikan, Bandung: Rosda Karya.

Zakiyah Daradjat, 1980, Kepribadian Guru, Jakarta: Bulan Bintang.

Muhibbin Syah, 2006, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Bandung: Remaja Rosdakarya.

Anas Sudijono, 2000, Pengantar Statistik Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo.

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Raja Grafindo.

Lexy J Moleong, 2001, Metode Pendidikan Kuantitatif, Bandung: Rosdakarya.

Abudin Nata, 1997, Filsafat Pendidikan Islam 1, Jakarta: Logos Wacana Ilmu.

Imam Al-Ghazali, Ilya’ Ulum al-Din jilid 1, Beirut: Dar al-Fikr

Nana Syaodih Sukmadinata, 2006, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya



[1] Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam 1, Jakarta: Logos Wacana Ilmu. 1997), hlm.70

[2] Imam Al-Ghazali, Ilya’ Ulum al-Din jilid 1, (Beirut: Dar al-Fikr), hlm. 25

[3] Muchtar Buchori, Ilmu Pendidkan dan Praktek Pendidikan dalam Renungan, (Yogyakarta: Tiara Wacana. 1994, hlm. 37

[4] Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Rosda Karya. 2006), hlm. 156

[5] Zakiyah Daradjat, Kepribadian Guru, (Jakarta: Bulan Bintang, 1980), hlm. 16-17

[6] Ibid, hlm. 17

[7] Ibid, hlm.18

[8] Muhibbin Syah Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), hlm. 225-229

[9] Zakiyah, Op. Cit, hlm. 21

[10] Ngalim Purwato, Op. Cit, hlm. 61

[11] Muhaimin, MA, Pemikiran Pendidikan Islam (kajian filosofis dan kerangka dasar operasionalisasinya), (Bandung: Trigenda karya), hlm.160

[12] Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara) , hlm.

[13] Ibid, hlm. 73

[14] Muhibbin, Op. Cit, hlm. 136-137

[15] Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003), hlm.70-72

[16] Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Raja Grafindo), hlm.114

[17] Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), hlm. 220

[18] Lexy J Moleong, Metode Pendidikan Kuantitatif, (Bandung: Rosdakarya, 2001), hlm. 135

[19] Suharsini Arikunto, Op. Cit, hlm.202

[20] Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo), 2000, hlm. 22

[21] Moh Nazir, Op. Cit, hlm. 197

[22] Ibid, hlm. 203

[23] Anas, Op. CitHal: 181

[24] Ibid, hal: 193

No comments:

Post a Comment