26 July, 2009

Kak Amri

Kak Amri

Syafitri segera beranjak dari tempat duduknya ketika mendengar sebuah suara dari pintu depan.

“Assalamu`alaikum,” bunyi suara itu dari luar.

“Wa`alaikumsalam! Ya, tunggu sebentar!” jawab Syafitri sambil mempercepat langkahnya. Ia tidak ingin tamunya menunggu terlalu lama di luar yang sedang hujan lebat itu. Pintu depan dibuka, seseorang lelaki berperawakan tinggi tengah berdiri di depannya dengan senyumnya yang ramah.

“Ma`af, apa benar ini rumahnya Bu Rina?” tanya lelali itu pada Syafitri.

Syafitri baru menjawab ketika lelaki tersebut mengulangi pertanyaan untuk kedua kalinya.

“Oh, maaf. Eh, iya benar…” jawab Syafitri gugup.

“Silahkan masuk,” lanjutnya seraya menyembunyikan wajah merahnya karena malu.

“Ibu! Ada yang mencari Ibu!”

“Iya, tunggu sebentar.” Jawab Ibunya dari dalam.

Mendengar jawaban Ibunya, Syafitri lansung masuk kamar tanpa terlebih dahulu mempersilahkan duduk tamunya.

“Siapa ya? Ada yang bisa saya bantu?” tanya Ibu Syafitri pada tamunya.

“Saya Amri Bu, yang bertugas mengajar privat pada anak Ibu,” jawab lelaki yang bernama Amri tersebut.

“Amri?” kening Ibunya berkerut. Sesaat ia tampak mencoba mengingat-ingat sesuatu. “Oya, silahkan duduk dulu,” lanjutnya.

“Setahu saya yang mengajar privat anak saya namanya Ahmad Minan Zuhri, bukan Amri,” ujar Bu Rina.

“Oh iya Bu, maaf. Sebenarnya nama saya memang Ahmad Minan Zuhri. Tapi teman-teman saya biasa memanggil saya dengan sebutan Amri,” jelas Amri kemudian.

“O… begitu. Amri… ya ya ya “ Bu Rina manggut-manggut. “Disingkat begitu ya?”

“Ya begitulah, Bu,” jawab Amri sungkan.

Dari balik kamarnya, Syafitri menguping pembicaraan Ibunya dengan tamu tersebut. Penasaran dengan tamu Ibunya, Syafitri lalu mencoba mengintip melalui celah pintu. Namun sial baginya karena pada saat yang bersamaan lelaki itu sedang melihat ke arahnya. Karuan saja Syafitri langsung menutup kembali pintunya dengan perasaan tak karuan. Malu, takut, dan sebagainya.

Semoga ia tidak melihatku, hanya kata-kata itu yang terus berulang di dalam benaknya. Ia kembali ke tempat tidurnya dan tidak lagi menguping pembicaraan mereka.

Ia lalu tidak memberanikan diri keluar dari kamar untuk menemuinya. Ia pun pura-pura tidak dengar ketika Ibunya memanggil-manggil namanya.

Ia baru berani keluar setelah tamu Ibunya pergi.

“Ada perlu apa sih lelaki itu sama Ibu?” tanyanya penasaran.

“Oh, Amri yang kamu maksud?” Bu Rina balik bertanya.

Syafitri mengangguk.

“Dia anak yang nantinya akan mengajar privat adikmu.” Jelas Ibu.

“Dia?” dengan intonasi kurang percaya..

“Memangnya kenapa?”

“Ah, tidak. Tidak apa-apa kok,” sahutnya gugup.

Aduh gawat nih. Mau di taruh di mana mukaku kalau beryemu dengannya. Bisa-bisa aku akan berada di kamar terus nih. Tapi, kenapa harus malu? Yang namanya baru bertemu wajar aja kali kalau salah tingkah.

Keesokan harinya Syafitri pulang sekolah sampai sore hari. Setibanya di rumah ia mendapati adiknya sedang belajar dengan Amri, guru privatnya. Dengan wajah menunduk Syafitri berjalan melewati mereka. tak sepatah katapun ia ucapkan untuk sekedar menyapa mereka. Mulutnya seolah terkunci rapat. Dan jalannya pun dipercepat.

“Selamat sore, Syafitri’”

Deg. Syafitri terkejut mendengar namanya disebut. Seketika itu pula langkahnya terhenti. Dengan agak berat ia menoleh pada suara yang memanggilnya.

“Sel.. selamat sore juga,” jawabnya gagap. Dicobanya untuk tersenyum.

“Kok kamu sudah tahu namaku. Kita kan belum kenalan?” lanjutnya.

Amri tersenyum. Untuk sementara perhatiannya beralih pada Syafitri. Sedangkan Adi sama sekali tidak merasa terganggu karena ia sedang asyik menyelesaikan pekerjaannya.

“Nama saya Amri,” ucapnya memperkenalkan diri. “Untuk beberapa minggu ini saya ditugaskan untuk membimbing privat adikmu,” lanjutnya.

“Ooohhh…” jawab Syafitri pura-pura baru mengetahuinya. Sebenarnya semalam ia sudah menginterogasi Ibunya habis-habisan. Bahkan mengenai asal dan tempat tanggal lahirya pun ia sudah tahu.

Wah ternyata baik juga orang ini. Kupikir tadi aku mau diledek.

Tanpa disadari ia mulai menyukainya. Dan senyum di bibirnya mengembang tanpa dibuat-buat. Senyum yang manis sekali, yang ia tujukan pada guru privat adiknya.

Sayangnya Amri tidak menyadari hal itu. Dan ia bersikap wajar saja, bahkan malah kembali ke meja tempat ia sedang belajar dengan Adi.

Hari-hari berlalu. Dan Syafitri mulai akrab dengan Amri. Ia mulai menampakkan dirinya yang sebenarnya. Sifat cerewetnya yang tidak bisa ditinggalkan, apalagi jika sudah bercerita tentang pengalamannya sendiri, dan juga sifat usilnya yang kadang kebangetan.

“Syafitri, jangan ganggu adikmu yang sedang belajar,” ujar Ibunya ketika Syafitri ikut nimbrung dengan adiknya.

“Nak Amri, kalau Syafitri menggangu disuruh pergi saja,”

“Iya, Bu.” Jawab Amri singkat.

Namun Syafitri justru malah semakin terlibat lebih jauh dengan kegiatan adiknya. Malah kadang ia meminta Amri untuk membantunya mengerjakan soal-soal.

Walau agak keberatan Amri mau juga melakukannya, dengan tanpa mengesampingkan Adi.

“Kak Amri! Kak Amri!” seru Syafitri dari halaman depan. Ia buru-buru masuk sambil membawa kertas hasil ulangannya. Ia terlihat sangat gembira.

“Ibu, kak Amri mana?” tanyanya katika tida kmenemukan Kak Amri di rumahnya.

“Buat apa kamu mencari Amri?” tanya Ibunya keheranan.

“Iya, nih. Ngganggu orang lagi belajar aja,” Adiknya membeo. Ia terlihat sedang asyik mengerjakan tugas sekolahnya seorang diri.

Syafitri tidak menanggapi protes adiknya.

“Kak Amri mana, Bu?” ia mengulangi pertanyaannya.

“Amri sudah tidak lagi mengajar di sini, jatah pertemuannya sudah habis,”

“Habis?”

“Iya,” jawab Ibunya sambil mengangguk.

Syafitri terduduk di kursi di depan adiknya yang sedang asyik belajar. Wajahnya berubah murung. Kertas yang ada di genggamannya terlepas tanpa ia sadari. Adi memungutnya dan membacanya.

“Wah dapat nilai seratus. Hebat sekali, Kak…!” puji Adi pada kakaknya.

Syafitri tidak memberikan respek apa-apa terhadap pujiannya adiknya. Bahkan tersenyum sedikit saja tidak. Ia justru malah terlihat murung, seraya memandang lurus ke depan. Matanya seolah sedang melihat adiknya. Namun sebenarnya tidak, pandangan matanya kosong. Pikirannya kembali ke suatu titik di masa lalu, yang membuatnya rindu untuk mengulanginya. Ke masa di mana ia mendengar sebuah suara dari pintu depan rumahnya, dan dalam hujan deras…

2 comments:

  1. ini kenapa nama saya dibajak ke blog mu?kok gak izin dulu,wah bisa sy tuntut ke pengadilan lho...

    ReplyDelete
  2. Wah, ngaku2. Km yg ntar dituntut ma Ibrahimovic mlh, he...

    ReplyDelete