07 June, 2012

Disiplin Ilmu : Rumpun Irfani


Disiplin ilmu merupakan salah satu pokok bahasan dalam studi Islam yang terbagi dalam tiga rumpun yaitu:
1.      Bayani; meliputi ilmu bahasa, fiqih, ushul fiqh, dan kalam.
2.      Burhani; meliputi filsafat, ilmu kealaman, ilmu sosial, dan humaniora.
3.      Irfani; meliputi tasawuf dan akhlak.
Dalam tulisan kali ini akan dibahas mengenai rumpun Irfani.

A.    Pengertian Irfani
Kata irfani mengandung beberapa pengertian antara ilmu dan ma’rifah. Sedangkan Irfani itu sendiri adalah pendekatan yang bersumber (kasf/ilham). Dari Irfani muncul illuminasi yang membantu mutasawwifun dan ‘arifin dalam mengkaji lebih dalam tentang Irfani itu sendiri. Pendekatan Irfani merupakan suatu pendekatan yang dipergunakan dalam kajian pemikiran Islam. Oleh para mutasawwifun dan ‘arifun untuk mengeluarkan makna batin dari batin laf-laf dan ‘aibran, dan juga merupakan istinbad al ma’rifah al qalbiyah dari Al Qur’an.[1]
Berdasarkan literatur tasawuf, garis besar langkah-langkah penelitian irfaniyah ada tiga yaitu:
1.      Takhliyah, yaitu penelitian mengkosongkan perhatiannya dari makhluk dan memusatkan perhatian kepada tawjih.
2.      Tahliyah, yaitu memperbanyak amal sholeh dan melazimkan hubungan dengan Khaliq.
3.      Tajliyah, yaitu menemukan jawaban bathiniyah terhadap persoalan-persoalan yang dihadapinya.
Sedangkan teknik penelitiannya adalah:
1.      Riyadhoh, yaitu rangkaian latihan dan ritus dengan penahapan dan prosedur tertentu.
2.      Thoriqoh, yaitu kehidupan jama’ah yang mengikuti aliran tasawuf yang sama.
3.      Ijazah, yaitu guru memberikan wewenang kepada murid.

B.     Tasawuf
Dari segi bahasa terdapat sejumlah kata atau istilah yang dihubungkan orang dengan tasawuf. Harun Nasution misalnya menyebut 5 (lima) istilah yang berhubungan dengan tasawuf, yaitu:
1.      Al Suffah, yaitu orang yang ikut pindah dengan Nabi SAW dari Mekah ke Madinah.
2.      Saf, yaitu barisan yang dijumpai dalam melaksanakan sholat jama’ah.
3.      Suffi, yaitu yang berarti “bersih” dan “suci.”
4.      Sophos (bahasa Yunani), yang artinya “hikmah.”
5.      Suf, yaitu kain wol kasar.[2]
Berdasarkan beberapa arti kata segi bahasa di atas dapat disimpulkan bahwa tasawuf dapat diartikan keadaan yang selalu berorientasi kepada kesucian jiwa, mengutamakan panggilan Allah SWT dan berpola hidup sederhana mengutamakan kebenaran dan rela berkorban demi tujuan-tujuan yang lebih mulia di sisi Allah SWT.
Sementara dari segi istilah menurut pada ahli, terdapat tiga sudut pandang untuk mendefinisikan tasawuf, yaitu:
1.      Dilihat dari segi sudut pandang manusia sebagai makhluk yang terbatas, tasawuf dapat didefinisikan sebagai upaya mensucikan diri dengan cara menjauhkan pengaruh kehidupan dunia dan memusatkan perhatian hanya kepada Allah.
2.      Dilihat dari sudut pandang sebagai makhluk yang harus berjuang, tasawuf didefinisikan sebagai upaya memperindah diri dengan akhlak yang bersuber pada ajaran agama dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah.
3.      Dilihat dari sudut pandang manusia sebagai makhluk yang bertuhan, tasawuf didefinisikan sebagai kesadaran fitrah yang dapat mengarahkan jiwa agar selalu tertuju kepada kegiatan-kegiatan yang dapat menghubungkan manusia dengan Tuhan.[3]
Ketiga definisi tasawuf tersebut intinya adalah upaya melatih jiwa dengan berbagai kegiatan yang dapat membebaskan diri manusia dari pengaruh kehidupan duniawi, selalu dekat dengan Allah sehingga jiwanya bersih dan memancarkan akhlak mulia.
Tasawuf adalah salah satu jalan dari banyaknya jalan yang diberikan Allah dalam Islam guna menunjukkan kemungkinan pelaksanaan kehidupan rohani bagi manusia yang telah berabad-abad mengikuti dan terus mengikuti agama yang diajarkan Al Qur’an.[4]
Sumber utama ajaran tasawuf adalah Al Qur’an dan As Sunnah.

Pokok-pokok ajaran Tasawuf
Dalam pembahasan ini terdapat 3 isi pokok ajaran tasawuf yaitu, tasawuf akhlaki, tasawuf amali, dan tasawuf filsafi.
1.      Tasawuf Akhlaki
Tasawuf Akhlaki adalah tasawuf yang berorientasi pada perbaikan akhlak, mencari hakikat kebenaran yang mewujudkan manusia untuk dapat ma’rifah kepada Allah, dengan metode-metode tertentu yang telah dirumuskan. Tasawuf Akhlaki, biasa disebut juga dengan istilah tasawuf sunni. Tasawuf Akhlaki ini dikembangkan oleh ulama salaf as-salih.[5] Adapun metode-metode yang telah dirumuskan tersebut yaitu:
a.       Takhalli
Takhalli adalah membersihkan diri dari sifat-sifat tercela baik lahir (anggota badan) maupun batin (hati). Takhalli juga berarti mengosongkan diri dari sikap ketergantungan terhadap kelezatan dunia.
b.      Tahalli
Tahalli yaitu mengisi diri dengan sifat-sifat terpuji, dengan taat lahir batin, yaitu suatu yang bersifat mutlak atau formal. Misalnya sholat, zakat, puasa, dan lain-lain.
c.       Tajalli
Tajalli berarti hilangnya hijab dari sifat-sifat kemanusiaan, yaitu ketika terlihatnya Nur yang dipancarkan Allah dalam hati seseorang.[6]

2.      Tasawuf Amali
Tasawuf amali yaitu tasawuf yang penekanannya pada amaliah berupa wirid dan amaliah lainnya. Tasawuf ini merupakan lanjutan dari tasawuf akhlak. Ada beberapa istilah praktis yang perlu dijelaskan dan prasarana dalam pelaksanaan ajaran tasawuf sebagai upaya mendekatkan diri kepada Tuhan. Adapun beberapa hal tersebut adalah:
a.       Syari’ah; garis-garis yang boleh ditentukan dan termasuk di dalamnya hukum-hukum Islam (halal haram, dan sebagainya).
b.      Toriqoh; artinya tata cara untuk melaksanakan syari’ah yang bertujuan untuk penghambaan diri kepada Allah.
c.       Ma’rifah; artinya pegetahuan dan pengenalan. Dalam istilah sufi ma’rifah adalah pengetahuan mengenai Tuhan melalui hati (qalb).
d.      Haqiqah/hakikat; artinya inti sesuatu, puncak atau sumber asal-usul dari sesuatu. Menurut sufi haqiqah adalah sebagai aspek lain dari syari’ah lahiriyah yaitu aspek batiniah.[7]

3.      Tasawuf Filsafi
Tasawuf filsafi merupakan tasawuf yang ajaran-ajarannya memadukan antara visi mistis dengan visi rasional. Ciri-ciri umum tasawuf filsafi adalah:
a.       Kesamaran-kesamaran agama, akibatnya banyak ungkapan dan istilah yang dapat dipahami oleh orang yang mendalami tasawuf.
b.      Tidak bisa dipandang sebagai filsafat, karena ajaran dan metodenya didasar pada rasa/hati.
c.       Tidak bisa dikategorikan pada tasawuf murni karena ajarannya sering diungkapkan kedalam bahasa filsafat dan cenderung lagi pada pantheisme.[8]
Paduan antar tasawuf dan filsafat dalam ajaran filosofi ini, dengan sendirinya telah membuat ajaran-ajaran di luar Islam. Tetapi ciri khas sebagai tasawuf tetap tidak hilang karena tokoh-tokohnya meski dari latar belakang kebudayaan dan pengetahuan berbeda. Mereka tetap menjaga kemandirian ajaran mereka sehingga begitu gigih mengkompromikan ajaran-ajaran filsafat.

C.     Akhlak
Kata akhlak berasal dari bahasa arab, bentuk jamak dari “khuluqun” yang berarti budi pekerti, tingkah laku atau tabiat. Juga berasal dari “khalqun” berarti kejadian yang juga erat kaitannya dengan “khaliq” yang berarti pencipta, demikian juga dengan “makhluqun” yang berarti yang diciptakan.
Menurut Imam Al Ghazali akhlak ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang daripadanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak memerlukan pertimbangan pikiran (terlebih dahulu).
Manfaat mempelajari ilmu akhlak, yaitu:
1.      Mendapat tempat yang baik di dalam masyarakat.
2.      Akan disenangi orang dalam pergaulan.
3.      Mendapat pertolongan dan kemudahan dalam memperoleh keluhuran, kecukupan, dan sebutan yang baik.
4.      Mendapat perlindungan segala penderitaan dan kesukaran.
5.      Terpelihara dari hukuman yang sifatnya manusia.


[1] Khoirudin Nasution, Pengantar Studi Islam, (Yogyakarta: Academia Tazzafa, 2004) hal. 28
[2] Harun Nasution, Falsafah dan Mistisisme dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1983) hal. 56
[3] Abudin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003) hal. 239
[4] Ibid., hal. 15-18
[6] Roisihan Anwar dan Mukhtar Sholihin, Ilmu Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2000) hal. 66-70
[7] Asmaran, Pegantar Studi islam Tasawuf, (Jakarta: Rajawali Pers, 1994) hal. 93-94
[8] Ibid., hal. 150

Anda mungkin juga ingin membaca :

- Pendekatan Ilmu Sosial dalam Studi Islam

No comments:

Post a Comment