Disiplin ilmu
merupakan salah satu pokok bahasan dalam studi Islam yang terbagi dalam tiga
rumpun yaitu:
1.
Bayani; meliputi ilmu bahasa,
fiqih, ushul fiqh, dan kalam.
2.
Burhani; meliputi filsafat, ilmu
kealaman, ilmu sosial, dan humaniora.
3.
Irfani; meliputi tasawuf
dan akhlak.
Dalam tulisan
kali ini akan dibahas mengenai rumpun Irfani.
A.
Pengertian Irfani
Kata irfani mengandung beberapa
pengertian antara ilmu dan ma’rifah. Sedangkan Irfani itu sendiri adalah
pendekatan yang bersumber (kasf/ilham). Dari Irfani muncul illuminasi yang
membantu mutasawwifun dan ‘arifin dalam mengkaji lebih dalam tentang
Irfani itu sendiri. Pendekatan Irfani merupakan suatu pendekatan yang
dipergunakan dalam kajian pemikiran Islam. Oleh para mutasawwifun dan ‘arifun
untuk mengeluarkan makna batin dari batin laf-laf dan ‘aibran, dan juga
merupakan istinbad al ma’rifah al qalbiyah dari Al Qur’an.[1]
Berdasarkan literatur tasawuf, garis
besar langkah-langkah penelitian irfaniyah ada tiga yaitu:
1.
Takhliyah, yaitu penelitian
mengkosongkan perhatiannya dari makhluk dan memusatkan perhatian kepada tawjih.
2.
Tahliyah, yaitu
memperbanyak amal sholeh dan melazimkan hubungan dengan Khaliq.
3.
Tajliyah, yaitu menemukan
jawaban bathiniyah terhadap persoalan-persoalan yang dihadapinya.
Sedangkan teknik
penelitiannya adalah:
1.
Riyadhoh, yaitu rangkaian
latihan dan ritus dengan penahapan dan prosedur tertentu.
2.
Thoriqoh, yaitu kehidupan
jama’ah yang mengikuti aliran tasawuf yang sama.
3.
Ijazah, yaitu guru
memberikan wewenang kepada murid.
B.
Tasawuf
Dari segi bahasa terdapat sejumlah
kata atau istilah yang dihubungkan orang dengan tasawuf. Harun Nasution
misalnya menyebut 5 (lima) istilah yang berhubungan dengan tasawuf, yaitu:
1.
Al Suffah, yaitu orang yang
ikut pindah dengan Nabi SAW dari Mekah ke Madinah.
2.
Saf, yaitu barisan yang
dijumpai dalam melaksanakan sholat jama’ah.
3.
Suffi, yaitu yang berarti
“bersih” dan “suci.”
4.
Sophos (bahasa Yunani),
yang artinya “hikmah.”
5.
Suf, yaitu kain wol kasar.[2]
Berdasarkan beberapa arti kata segi bahasa
di atas dapat disimpulkan bahwa tasawuf dapat diartikan keadaan yang selalu
berorientasi kepada kesucian jiwa, mengutamakan panggilan Allah SWT dan berpola
hidup sederhana mengutamakan kebenaran dan rela berkorban demi tujuan-tujuan
yang lebih mulia di sisi Allah SWT.
Sementara dari
segi istilah menurut pada ahli, terdapat tiga sudut pandang untuk
mendefinisikan tasawuf, yaitu:
1.
Dilihat dari segi sudut pandang
manusia sebagai makhluk yang terbatas, tasawuf dapat didefinisikan sebagai
upaya mensucikan diri dengan cara menjauhkan pengaruh kehidupan dunia dan
memusatkan perhatian hanya kepada Allah.
2.
Dilihat dari sudut pandang sebagai
makhluk yang harus berjuang, tasawuf didefinisikan sebagai upaya memperindah
diri dengan akhlak yang bersuber pada ajaran agama dalam rangka mendekatkan
diri kepada Allah.
3.
Dilihat dari sudut pandang manusia
sebagai makhluk yang bertuhan, tasawuf didefinisikan sebagai kesadaran fitrah
yang dapat mengarahkan jiwa agar selalu tertuju kepada kegiatan-kegiatan yang
dapat menghubungkan manusia dengan Tuhan.[3]
Ketiga definisi tasawuf tersebut intinya
adalah upaya melatih jiwa dengan berbagai kegiatan yang dapat membebaskan diri
manusia dari pengaruh kehidupan duniawi, selalu dekat dengan Allah sehingga
jiwanya bersih dan memancarkan akhlak mulia.
Tasawuf adalah
salah satu jalan dari banyaknya jalan yang diberikan Allah dalam Islam guna
menunjukkan kemungkinan pelaksanaan kehidupan rohani bagi manusia yang telah
berabad-abad mengikuti dan terus mengikuti agama yang diajarkan Al Qur’an.[4]
Sumber utama ajaran tasawuf adalah Al Qur’an dan
As Sunnah.
Pokok-pokok ajaran Tasawuf
Dalam pembahasan ini terdapat 3 isi
pokok ajaran tasawuf yaitu, tasawuf akhlaki, tasawuf amali, dan tasawuf
filsafi.
1.
Tasawuf Akhlaki
Tasawuf Akhlaki adalah tasawuf yang
berorientasi pada perbaikan akhlak, mencari hakikat kebenaran yang mewujudkan
manusia untuk dapat ma’rifah kepada Allah, dengan metode-metode tertentu yang
telah dirumuskan. Tasawuf Akhlaki, biasa disebut juga dengan istilah tasawuf
sunni. Tasawuf Akhlaki ini dikembangkan oleh ulama salaf as-salih.[5] Adapun metode-metode yang
telah dirumuskan tersebut yaitu:
a.
Takhalli
Takhalli adalah membersihkan diri dari sifat-sifat
tercela baik lahir (anggota badan) maupun batin (hati). Takhalli juga berarti
mengosongkan diri dari sikap ketergantungan terhadap kelezatan dunia.
b.
Tahalli
Tahalli yaitu mengisi diri dengan sifat-sifat terpuji,
dengan taat lahir batin, yaitu suatu yang bersifat mutlak atau formal. Misalnya
sholat, zakat, puasa, dan lain-lain.
c.
Tajalli
Tajalli berarti hilangnya hijab dari sifat-sifat
kemanusiaan, yaitu ketika terlihatnya Nur yang dipancarkan Allah dalam hati
seseorang.[6]
2.
Tasawuf Amali
Tasawuf amali yaitu tasawuf yang penekanannya
pada amaliah berupa wirid dan amaliah lainnya. Tasawuf ini merupakan lanjutan
dari tasawuf akhlak. Ada beberapa istilah praktis yang perlu dijelaskan dan
prasarana dalam pelaksanaan ajaran tasawuf sebagai upaya mendekatkan diri
kepada Tuhan. Adapun beberapa hal tersebut adalah:
a.
Syari’ah; garis-garis yang boleh
ditentukan dan termasuk di dalamnya hukum-hukum Islam (halal haram, dan
sebagainya).
b.
Toriqoh; artinya tata cara untuk
melaksanakan syari’ah yang bertujuan untuk penghambaan diri kepada Allah.
c.
Ma’rifah; artinya pegetahuan dan
pengenalan. Dalam istilah sufi ma’rifah adalah pengetahuan mengenai Tuhan
melalui hati (qalb).
d.
Haqiqah/hakikat; artinya inti sesuatu,
puncak atau sumber asal-usul dari sesuatu. Menurut sufi haqiqah adalah sebagai
aspek lain dari syari’ah lahiriyah yaitu aspek batiniah.[7]
3.
Tasawuf Filsafi
Tasawuf filsafi merupakan tasawuf
yang ajaran-ajarannya memadukan antara visi mistis dengan visi rasional. Ciri-ciri
umum tasawuf filsafi adalah:
a.
Kesamaran-kesamaran agama,
akibatnya banyak ungkapan dan istilah yang dapat dipahami oleh orang yang
mendalami tasawuf.
b.
Tidak bisa dipandang sebagai
filsafat, karena ajaran dan metodenya didasar pada rasa/hati.
c.
Tidak bisa dikategorikan pada
tasawuf murni karena ajarannya sering diungkapkan kedalam bahasa filsafat dan
cenderung lagi pada pantheisme.[8]
Paduan antar tasawuf dan filsafat
dalam ajaran filosofi ini, dengan sendirinya telah membuat ajaran-ajaran di
luar Islam. Tetapi ciri khas sebagai tasawuf tetap tidak hilang karena
tokoh-tokohnya meski dari latar belakang kebudayaan dan pengetahuan berbeda. Mereka
tetap menjaga kemandirian ajaran mereka sehingga begitu gigih mengkompromikan
ajaran-ajaran filsafat.
C.
Akhlak
Kata akhlak berasal dari bahasa arab,
bentuk jamak dari “khuluqun” yang berarti budi pekerti, tingkah laku
atau tabiat. Juga berasal dari “khalqun” berarti kejadian yang juga erat
kaitannya dengan “khaliq” yang berarti pencipta, demikian juga dengan “makhluqun”
yang berarti yang diciptakan.
Menurut Imam Al Ghazali akhlak ialah
suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang daripadanya timbul
perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak memerlukan pertimbangan pikiran
(terlebih dahulu).
Manfaat mempelajari ilmu akhlak, yaitu:
1.
Mendapat tempat yang baik di dalam
masyarakat.
2.
Akan disenangi orang dalam
pergaulan.
3.
Mendapat pertolongan dan kemudahan
dalam memperoleh keluhuran, kecukupan, dan sebutan yang baik.
4.
Mendapat perlindungan segala
penderitaan dan kesukaran.
5.
Terpelihara dari hukuman yang
sifatnya manusia.
[1] Khoirudin Nasution, Pengantar
Studi Islam, (Yogyakarta: Academia Tazzafa, 2004) hal. 28
[2] Harun Nasution, Falsafah
dan Mistisisme dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1983) hal. 56
[3] Abudin Nata, Metodologi
Studi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003) hal. 239
[4] Ibid., hal. 15-18
[5] Tasawuf dan Tarekat, http://kpifakultasdakwah.wordpress.com/2010/05/06/tasawuf-dan-tharekat/
[6] Roisihan Anwar dan Mukhtar
Sholihin, Ilmu Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2000) hal. 66-70
[7] Asmaran, Pegantar Studi
islam Tasawuf, (Jakarta: Rajawali Pers, 1994) hal. 93-94
[8] Ibid., hal. 150
Anda mungkin juga ingin membaca :
No comments:
Post a Comment