Pada zaman
dahulu, kondisi keberagaman studi Islam di Indonesia kurang dipahami sebagai
seperangkat paradigma moral dan etika. Keberagaman studi Islam di Indonesia
pada dasarnya bertujuan membebaskan manusia dari kebodohan, keterbelakangan,
dan kemiskinan. Namun kenyataannya pada saat ini malah membuat manusia
khususnya umat Islam menjadi terpecah belah dan saling berdiri sendiri.
Hal tersebut
dipengaruhi oleh cara pandang masyarakat Indonesia yang cenderung masih
menampilkan kondisi keberagaman yang lebih meningkatkan bentuk dari pada isi
agama itu sendiri.[1]
Hal ini dibuktikan dengan adanya asumsi yang mengejutkan bahwa negara Indonesia
terkenal dengan negara mayoritas Islam ternyata juga menyandang sebagai negara
korup terbesar di dunia.
Dari gambaran
umat Islam Indonesia di atas, dapat diketahui bahwa agama Islam di Indonesia
belum sepenuhnya dipahami dan dihayati oleh umat Islam itu sendiri.
Untuk dapat
memahami dan menghayati agama Islam sepenuhnya maka diperlukan suatu metode
pemahaman studi Islam yang tepat. Dengan begitu studi Islam diharapkan mampu
melahirkan suatu masyarakat yang lebih mementingkan isi daripada bentuk. Dan
juga siap hidup toleran, baik itu intern maupun ekstern dalam wacana pluralitas
agama sehingga tidak melahirkan muslim ekstreem yang membalas kekerasan agama
dengan agama pula.[2]
Oleh karena itu
penggunaan metodologi studi Islam di Indonesia yang memiliki keberagaman agama
sangatlah penting agar tidak terjadi permasalahan baik itu intern umat beragama
maupun antar umat beragama.
A.
Signifikasi Studi Islam
Agama Islam di Indonesia merupakan
agama mayoritas, agama yang memiliki budi pekerti luhur. Namun ironisnya banyak
bentuk kejahatan yang para pelakunya adalah orang Islam. Tidak
tanggung-tanggung, kejahatan yang mereka lakukan adalah kejahatan kelas kakap.
Misalnya terorisme, korupsi, mafia pajak, mafia peradilan, dan lain-lain.
mungkin jika ditanya apakah mereka sholat? Jawabannya pasti mereka sholat.
Apakah mereka beriman? Tentu juga mereka beriman. Hanya saja yang menjadi
permasalahannya adalah mereka belum memahami Islam sepenuhnya. Nah, untuk
meluruskan hal tersebut di atas maka dibutuhkan signifikasi tentang studi Islam.
Jadi signifikasi studi Islam adalah
mengubah pemahaman dan penghayatan ke-Islaman masyarakat muslim di Indonesia
secara khusus dan masyarakat beragama pada umumnya.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan
masyarakat muslim di Indonesia masih belum memahami secara penuh tentang Islam.
Salah satunya ialah faktor Islam keturunan, yang artinya seseorang memeluk
agama Islam itu bukan dari hasil pencariannya sendiri, tetapi hanya secara
kebetulan orang tuanya memeluk Islam sehingga otomatis juga beragama Islam, dan
kemungkinan tidak dipahami lebih dalam mengapa ia masuk Islam.
Faktor yang menyebabkan kurangnya
pemahaman dan penghayatan ke-Islaman masyarakat muslim Indonesia adalah minimnya
pengetahuan yang dimiliki seseorang tentang studi Islam. Oleh kerena itu banyak
orang Islam yang pemahamannya tentang Islam mudah diombang-ambing oleh golongan
non muslim. Bahkan ada yang disalahkan pemahamannya/mengurangi isi yang
terkandung dalam ajaran Islam.
Memang tidaklah mudah mengubah
pemahaman dan penghayatan ke-Islaman masyarakat muslim Indonesia yang sudah
mengakar di dalam tubuh masing-masing individu. Akan tetapi tugas kita sebagai
sebagai muslim sejati yang memiliki pengetahuan lebih tentang Islam,
berkewajiban untuk meluruskannya demi terciptanya kehidupan muslim yang tidak
hanya ikut-ikutan saja, tetapi setidaknya memiliki memiliki pedoman yang kokoh
tentang Islam agar tidak mudah terprovokasi oleh oknum/golongan yang tidak
bertanggung jawab serta selalu berpegang teguh pada Islam seiring dengan
kemajuan zaman.
Islam adalah agama yang benar-benar sebagai
pedoman, sampai kapanpun meskipun kemajuan berkembang pesat dan mengubah
kondisi zaman. Kadang orang mencampur-adukkan antara kebenaran dan kemajuan,
sehingga pandangannya tentang kebenaran terpengaruh oleh kemajuan-kemajuan yang
disaksikannya. Kebenaran itu tidak bertambah (non cumulative) dan
kemajuan itu bertambah (cumulative).[3] Artinya kebenaran itu
tetap sampai kapanpun, tidak mengalami perkembangan. Sedangkan kemajuan selalu
berkembang dari waktu kewaktu.
B.
Kegunaan Metodologi
Sejak kedatangan Islam pada abad ke-13
M hingga saat ini, fenomena pemahaman ke-Islaman umat Islam di Indonesia masih
ditandai oleh keadaan amat variatif. Kondisi pemahaman ke-Islaman serupa ini
barangkali terjadi pula di bagian negara lain. Tidak diketahui secara pasti
apakah kondisi demikian itu merupakan suatu hal yang alami yang harus diterima
sebagai suatu kenyataan untuk diambil hikmahnya, ataukah perlu adanya standar
umum yang perlu diterapkan dan diberlakukan kepada berbagai paham keagamaan
yang variatif itu, sehingga walaupun keadaannya amat bervariasi tetapi tidak
keluar dari ajaran yang terkandung dalam Al Qur’an dan Sunah, serta sejalan
dengan data-data historis yang dapat dipertanggung jawabkan keabsahannya.
Sampai saat ini, pemahaman Islam yang
terjadi di masyarakat sebagian besar masih bercorak parsial dan belum
komprehensif. Namun demikian pemahaman Islam tersebut jelas tidak lantas
menjadikan yang bersangkutan keluar dari Islam. Lagi pula dapat dimaklumi
karena hal tersebut juga terjadi karena akibat dari proses pengajaran Islam
yang belum tersusun secara sistematik dan belum disampaikan menurut prinsip,
pendekatan, dan metode yang direncanakan dengan baik.
Kaitannya dengan hal tersebut Taufik
Abdullah, yang mengutip dari Mukti Ali, mengatakan bahwa metodologi adalah masalah
yang sangat penting dalam sejarah pertumbuhan ilmu.[4] Mukti Ali juga mengatakan
bahwa yang menentukan dan membawa stagnasi dan masa kebodohan atau kemajuan
bukanlah karena ada atau tidak adanya orang-orang yang jenius, melainkan karena
metode penelitian dan cara melihat sesuatu.[5]
Metode yang tepat adalah masalah
pertama yang harus diusahakan dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan. Kewajiban
pertama bagi setiap peneliti adalah memilih metode yang paling tepat untuk
riset dan penelitiannya. Selain itu, penguasaan metode yang tepat dapat
menyebabkan seseorang mengembangkan ilmu yang dimilikinya, atau dengan kata
lain bahwa kemampuan dalam menguasai materi keilmuan tertentu perlu diimbangi
dengan kemampuan dibidang metodologi sehingga pengetahuan yang dimilikinya dapat
berkembang.
C.
Metode Memahami Islam
Ada berbagai cara dalam memahami
Islam, salah satunya adalah dengan mengenal Allah dan membandingkannya dengan
sesembahan agama lain. Cara lainnya adalah dengan mempelajari Al Qur’an dan
membandingkannya dengan kitab-kitab samawi lainnya.[6] Seluruh cara yang
ditawarkan Ali Syari’ah itu pada intinya adalah metode perbandingan (komparasi).
Melalui metode tersebut dapat diketahui kelebihan dan kekurangan yang
terdapat pada sesuatu yang dibandingkan itu.
Selain melalui pendekatan komparasi,
Ali Syari’ah juga menawarkan cara memahami Islam melalui pendekatan aliran. Dia
mengajak pada seluruh intelektual muslim dengan disiplin ilmu yang dimilikinya
masing-masing agar digunakan untuk memahami ajaran Islam dengan berpedoman pada
Al Qur’an.
Selanjutnya ada pula metode pemahaman
Islam secara menyeluruh yang dikemukakan Nasruddin Razak. Cara ini ditempuh
dalam upaya menghindari kesalahpahaman yang dapat menimbulkan sikap dan pola
hidup beragama yang salah. Nasruddin mengatakan ada empat cara untuk memahami
Islam secara benar sebagai berikut.
Pertama, Islam harus dipelajari
dari sumbernya yang asli yaitu Al Qur’an dan Sunah Rosululloh SAW. Kekeliruan
memahami Islam bisa disebabkan karena orang hanya mengenalinya dari sebagian
ulama yang semangatnya sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman.
Kedua, Islam harus dipelajari
secara integral, tidak dengan cara parsial, artinya ia dipelajari secara
menyeluruh sebagai suatu kesatuan yang bulat tidak sebagiab saja. Memahami
Islam secara parsial akan berbahaya, menimbulkan sikap skeptis, bimbang, dan penuh
keraguan.
Ketiga, Islam perlu dipelajari
dari kepustakaan yang ditulis oleh para ulama besar, kaum Zu’ama dan
sarjana-sarjana Islam, karena pada umumnya mereka memiliki pemahaman Islam yang
baik.
Keempat, Islam hendaknya
dipelajari dari ketentuan normatif teologi yang ada di dalam Al Qur’an, baru
kemudian dihubungkan dengan kenyataan historis, empiris, dan sosiologis yang
ada di masyarakat.
Cara keempat tersebut akhir-akhir ini
sangat diperlukan oleh ajaran Islam itu sendiri. Namun pendekatan yang bersifat
ilmiah akademis saja tidaklah cukup. Dalam hubungan ini Mukti Ali menyatakan
bahwa selamai ini pendekatan terhadap agama islam masih sangat pincang.
Berkenaan dengan ini Mukti Ali menyatakan bahwa pendekatan scientific-cumsuigeneris
harus diterapkan, pendekatan ilmuah cum doktriner harus dipergunakan,
inilah yang dimaksud dengan metode sintesis.[7]
Metode lain untuk memahami Islam adalah
metode tipologi. Metode ini oleh banyak ahli sosiologi dianggap obyektif berisi
klasifikasi topik dan tema sesuai dengan tipenya, lalu dibandingkan dengan
topik dan tema yang mempunyai tipe yang sama. Metode ini dapat digunakan untuk
memahami agama Islam. Ciri-ciri agama dapat diidentifikasi dari lima aspek
yaitu, ketuhanan, kenabian, kitab suci, keadaan sewaktu munculnya Nabi dan
orang-orang yang didakwahinya, serta individu-individu terpilih yang dihasilkan
oleh agama itu.[8]
[1]
Atang Abdul Hakim dan Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2000) hal. ...
[2]
Ibid., hal. ...
[3]
Kuntowijoyo, Islam sebagai Ilmu (Yogyakarta: Teraju, 2004) hal. ...
[4]
Taufik Abdullah dan M. Rusli Karim, Pengantar Metodologi Penelitian Agama
(Yogyakarta: Tiara Wacana, 1990) hal. 44
[5]
Sayyed Hossein Nasr, Menjelajah Dunia Modern, Terj. 1 Hasti Tarekat,
dari judul asli A Young Moslem’s Guide in the Modern World (Bandung:
Mizan, 1995) hal. 46
[6]
Ali Syari’ah, Tentang Sosiologi Islam, Terj. Saiyulah Mahyuddin, dari
judul asli On The Sociology of Islam (Yogyakarta: Anands, 1982) hal. 72
[7]
Mukti Ali, Ilmu Perbandingan Agama (Yogyakarta: Gajah Mada University
Press, 1977) hal. 43
[8]
Ibid., hal. 51-52
Anda mungkin juga ingin membaca :
- Disiplin Ilmu Rumpun Irfani
- Metode Memahami Islam
- Nalar Burhani dalam Keilmuan
- Pemahaman Studi Islam di Indonesia
- Pendekatan Ilmu Humaniora dalam Studi Islam
- Pendekatan Ilmu Sosial dalam Studi Islam
Anda mungkin juga ingin membaca :
- Disiplin Ilmu Rumpun Irfani
- Metode Memahami Islam
- Nalar Burhani dalam Keilmuan
- Pemahaman Studi Islam di Indonesia
- Pendekatan Ilmu Humaniora dalam Studi Islam
- Pendekatan Ilmu Sosial dalam Studi Islam
No comments:
Post a Comment