Manusia hidup
memiliki 2 (dua) peran sekaligus yaitu sebagai makhluk individu dan juga
makhluk sosial. Kata “individu” berasal dari kata in dan devided.
Dalam Bahasa Inggris in salah satunya mengandung pengertian tidak,
sedangkan devided artinya terbagi. Jadi individu artinya tidak terbagi,
atau satu kesatuan. Dalam bahasa latin individu berasal dari kata individium
yang berarti yang tak terbagi, jadi merupakan suatu sebutan yang dapat dipakai
untuk menyatakan suatu kesatuan yang paling kecil dan tak terbatas. Sementara
itu sebagai makhluk sosial, manusia tidak bisa hidup sendiri, ia selalu
membutuhkan bantuan orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.[1]
Islam sebagai
agama yang rahmatan lil’alaimin tidak hanya berorientasi pada hubungan
vertikal melainkan juga horizontal. Sebab kesalihan manusia tidak hanya
ditunjukkan oleh hubungan vertikal dengan Allah tetapi juga hubungan horizontal
individu dengan individu lain. Bahkan dalam Al Qur’an sendiri lebih banyak dijelaskan
hubungan antara sesama manusia ketimbang dengan Tuhannya (tauhid). Maka
disinilah pentingnya mempelajari pendekatan-pendekatan ilmu sosial dalam
memahami Islam khususnya studi Islam.
Pendekatan
ilmu-ilmu sosial dalam studi Islam ada beberapa yaitu, pendekatan Sosiologi,
Antropologi, Jender, Sejarah, Semantik, Filologi, dan sebagainya. Namun kali
ini hanya akan diangkat 2 pendekatan yaitu pendekatan sosiologi dan
antropologi.
A.
Pendekatan Sosiologi
Sosiologi dalam pengertian secara luas
adalah ilmu yang mempelajari tentang masyarakat dan gejala sosial yang terjadi
di masyarakat.[2]
Sosiologi sebagai anak kandung modernitas lahir dalam rangka memahami kehidupan
sosial dan bagaimana orang bertindak di dalamnya.
Pendekatan sosiologi dapat dijadikan
sebagai salah satu alat dalam memahami ajaran agama karena banyak dari kajian
agama yang hanya dapat dipahami secara proporsional dan tepat apabila
menggunakan pendekatan sosiologi. Dalam buku “Islam Alternatif” karangan
Jalaluddin Rahmat, dikemukakan bahwa Islam begitu memperhatikan masalah sosial,
yang dibuktikan dalam hal-hal berikut:
1.
Al Qur’an sebagai sumber hukum
Islam, antara ayat-ayat yang berkaitan dengan ibadah dan ayat-ayat yang
menyangkut kehidupan sosial adalah 1 : 100 (satu berbanding seratus).
2.
Ditekankannya masalah muamalah
(sosial) dalam Islam adalah adanya kenyataan bahwa bila urusan ibadah waktunya
bersamaan dengan urusan muamalah, maka muamalah lebih dipentingkan. Akan tetapi
bukan berarti ibadah ditinggalkan.
3.
Ibadah yang mengandung segi
kemasyarakatan ganjarannya lebih besar dari pada ibadah yang bersifat
perorangan. Contohnya saja sholat berjama’ah yang lebih banyak ganjarannya 27
derajat.
4.
Dalam Islam bila dalam urusan
ibadah itu dilanggar atau tidak sempurna maka dendanya/takzirnya adalah
melakukan sesuatu yang berhubungan dengan masalah sosial. Salah satu contoh
ialah apabila tidak kuat puasa maka menggantinya dengan memberi makan beberapa
fakir miskin.
Berdasarkan pemaparan di atas maka
pendekatan sosiologi merupakan alat yang cukup efisien dalam memahami dan
mempelajari studi Islam. Adapun yang perlu diperhatikan dalam mempelajari studi
Islam melalui pendekatan sosiologi, terletak pada fungsinya di dalam
masyarakat.[3]
Dilihat dari fungsinya dalam kehidupan manusia, agama dituntut untuk dapat
merumuskan kembali (rekonstruksi) pemikiran-pemikirannya secara jelas dan
sistematis agar dapat memanusiakan manusia agar lebih terarah.
Secara kuantitas setiap pemeluk agama Islam dituntut
untuk mempunyai kesadaran sendiri dalam menentukan atau memilih agama yang
dianutnya, yaitu dengan cara terlebih dahulu melakukan analisa dan kajian
terhadap agama yang menjadi pilihannya. Tetapi kenyataan itu hanya dilakukan
oleh kaum intelektual saja sedangkan kaum awam hanya sebagian kecil yang
mempunyai kesangupan tersebut. Hal ini dapat disimpulkan bahwa agama Islam
mempunyai kualitas yang bagus tetapi penganutnya kurang atau bahkan tidak
mempunyai kualitas. Cukup mengenaskan bukan?
Oleh karena itu studi Islam dalam
endekatan sosiologi dipandang sangat penting untuk tercapainya pemahaman secara
luas dan menyeluruh (kafah) terhadap studi Islam. Hal ini dilakukan
khususnya agar masyarakat awam juga dapat menerapkan studi Islam dengan berkualitas.
B.
Pendekatan Antropologi
Antropologi secara sederhana dapat
diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang masyarakat dan kebudayaan. Kebudayaan
itu sendiri adalah hasil kegiatan dan penciptaan batin manusia.
Pendekatan antropologi dalam memahami
studi Islam dapat dilihat dengan wujud praktik/ritual keagamaan yang tumbuh dan
berkembang di masyarakat. Pendekatan antropologi dalam studi Islam maksudnya
adalah pendekatan secara wajar yang digunakan dalam melakukan penelitian
pendekatan budaya yang tidak menyalahi norma-norma yang berlaku dalam agama
Islam. Islam tidak akan menerima begitu saja jenis pendekatan-pendekatan
antropologi dalam memahami dan menerapkannya dalam kehidupan bermasyarakat,
karena Islam bersifat selektif.
Antropologi sebagai pendekatan dalam
mempelajari studi Islam dapat diklarifikasikan menjadi beberapa bagian
diantaranya:
1.
Pendekatan antropologis
fenomenologis; pendekatan ini dapat melihat hubungan antara agama dan negara.
2.
Pendekatan antropologis yang
kaitannya antara agama dengan psikoterapi.
3.
Pendekatan antropologis yang
kaitannya antara agama dengan mekanisme pengorganisasian.
Dalam pengklarifikasian di atas, jelas
bahwa agama sangat erat kaitannya dengan cabang-cabang ilmu antropologi,
sehingga dalam hal ini agama dapat melakukan hubungan secara fungsional dengan
berbagai fenomena kehidupan manusia.
Melalui pendekatan antropologi dapat
diketahui bahwa doktrin-doktrin dan fenomena-fenomena keagamaan ternyata tidak
pernah berdiri sendiri, antropologi berupaya untuk dapat melihat hubungan
antara agama dengan berbagai fenomena sosial yang terjadi di masyarakat. Dalam berbagai
penelitian antropologi agama dapat ditemukan adanya hubungan yang positif
antara kepercayaan agama dengan kondisi ekonomi dan politik.
Adapun metode yang digunakan melalui
pendekatan antropologi adalah metode holistik, artinya dalam melihat suatu
fenomena sosial harus diteliti dalam konteks totalitas kebudayaan masyarakat
yang dikaji. Sedangkan teknik pengumpulan datanya menggunakan metode observasi
dan wawancara mendalam (terjun langsung ke dalam masyarakat).
[1] Manusia sebagai Makhluk
Individu dan Sosial, http://azenismail.wordpress.com/2010/05/14/manusia-sebagai-makhluk-individu-dan-makhluk-sosial/
[2] Abuddin Nata, Metodologi
Studi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004) hal. 39
[3] Elizabeth K. Notingham, Agama
dan Masyarakat, (Jakarta: Rajawali Pers) hal. 31
Anda mungkin juga ingin membaca :
No comments:
Post a Comment