19 July, 2014

Manajemen Berbasis Sekolah

Oleh : Mulyadi

A.    Pengertian dan Latar Belakang

Manajemen berbasis sekolah (MBS) secara konseptual dapat digambarkan sebagai suatu perubahan formal struktur penyelenggaraan, sebagai bentuk desentralisasi yang mengidentifikasi sekolah itu sendiri sebaga unit utama peningkatan serta bertumpu pada redistribusi kewenangan pembuatan keputusan sebagai sarana penting yang dengannya peningkatan dapat ditopang.

Adapun yang melatarbelakangi MBS diantaranya ialah:
1. Kebijakan penyelenggaraan pendidikan nasional yang berorientasi pada keluaran pendidikan (output), terlalu memusatkan pada masukan (input), dan kurang memperhatikan pada proses pendidikan.
2. Penyelenggaraan pendidikan dilakukan secara sentralistik. Hal ini menyebabkan tingginya ketergantungan kepada keputusan birokrasi dan seringkali kebijakan pusat terlalu umum dan kurang menyentuh atau kurang sesuai dengan situasi dan kondisi sekolah setempat. Disamping itu segala sesuatu yang terlalu diatur menyebabkan penyelenggara sekolah kehilangan kemandirian, inisiatif, dan kreatifitas. Hal tersebut menyebabkan usaha dan daya untuk mengembangkan atau meningkatkan mutu layanan dan keluaran pendidikan menjadi kurang termotivasi.
3.   Peran serta masyarakat terutama orang tua siswa dalam penyelenggaraan pendidikan selama ini hanya terbatas pada dukungan dana. Padahal peran serta mereka sangat penting di dalam proses-proses pendidikan antara lain dalam hal pengambilan keputusan, pemantauan, evaluasi, dan akuntabilitas. Atas dasar pertimbangan tersebut, perlu dilakukan reorientasi penyelenggaraan pendidikan melalui Manajemen Berbasis Sekolah (School Based Management).

B.     Faktor Pendorong Perlunya Desentralisasi Pendidikan
Saat ini sedang berlangsung perubahan paradigma manajemen pemerintahan. Beberapa perubahan tersebut antara lain:
1.      Orientasi manajemen yang serba negara ke orientasi pasar. Aspirasi masyarakat menjadi pertimbangan pertama dalam mengolah dan menetapkan kebijaksanaan untuk mengatasi persoalan yang timbul.
2.      Orientasi manajemen pemerintahan yang otoritarian ke demokrasi. Pendekatan kekuasaan bergeser ke sistem yang mengutamakan peranan rakyat, kedaulatan rakyat menjadi pertimbangan utama dalam tatanan yang demikratis.
3.      Sentralisasi kekuasaan ke desentralisasi kewenangan. Kekuasaan tidak lagi terpusat di satu tangan melainkan dibagi kebeberapa pusat kekuasaan secar seimbang.
4.      Sistem pemerintahan yang jelas batas dan aturannya seakan-akan menjadi negara yang sudah tidak jelas lagi batasnya (boundaryless organization) akibat pengaruh dari tata aturan global. Keadaan ini membawa akibat tata aturan yang hanya menekankan tata aturan nasional saja dan kurang menguntungkan dalam percaturan global.
Fenomena ini berpengaruh terhadap dunia pendidikan sehingga desentralisasi pendidikan adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari. Tentu saja desentralisasi pendidikan bukan berkonotasi negatif untuk mengurangi wewenang atau intervensi pejabat atau unit pusat, melainkan lebih berwawasan keunggulan.
Kebijakan umum yang ditetapkan oleh pusat sering tidak efektif karena kurang mempertimbangkan keragaman dan kekhasan daerah. Disamping itu membawa dampak ketergantungan sistem pengelolaan dan pelaksanaan pendidikan yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat (lokal), menghambat kreativitas, dan menciptakan budaya menunggu petunjuk dari atas.
Dengan demikian desentralisasi bertujuan untuk memberdayakan peranan unit bawah atau masyarakat dalam menangani persoalan pendidikan di lapangan. Banyak persoalan pendidikan yang sepatutnya bisa diputuskan dan dilaksanakan oleh unit tataran di bawah atau masyarakat. Hal ini sejalan dengan apa yang terjadi di kebanyakan negara. Faktor-faktor pendukung penerapan desentralisasi secara rinci yaitu sebagai berikut:
1.      Tuntunan orang tua, kelompok, masyarakat, para legislator, pebisnis, dan perhimpunan guru untuk turut serta mengontrol sekolah dan menilai kualitas pendidikan.
2.      Anggapan bahwa struktur pendidikan yang terpusat tidak dapat bekerja dengan baik dalam meningkatkan partisipasi siswa bersekolah.
3.      Ketidakmampuan birokrasi yang ada untuk merespon secara efektif kebutuhan sekolah setempat dan masyarakat yang beragam.
4.      Penampilan kinerja sekolah dinilai tidak memenuhi tuntutan baru dari masyarakat.
5.      Tumbuhnya persaingan dalam memperoleh bantuan dan pendanaan.

Desentralisasi pendidikan mencakup tiga hal, yaitu:
1.      Manajemen berbasis lokal.
2.      Pendelegasian wewenang.
3.      Inovasi kurikulum.
Pada dasarnya MBS dilaksanakan dengan meletakkan semua urusan penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Pengurangan administrasi pusat adalah konsekuensi dari yang pertama dengan diikuti pendelegasian wewenang dan urusan pada sekolah. Inovasi kurikulum menekankan pada pembaharuan kurikulum sebesar-besarnya untuk meningkatkan kualitas dan persamaan hak bagi semua peserta didik. Kurikulum disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik di daerah atau sekolah.
Daerah diberi keleluasaan untuk mengembangkan silabusnya yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik da tuntutan daerah. Pada umumnya program pendidikan yang tercermin dalam silabus sangat erat dengan program-program pembangunan daerah. Sebagai contoh, suatu daerah yang menetapkan untuk mengembangkan ekonomi daerahnya melalui bidang pertanian, implikasinya silabus IPA akan diperkaya dengan materi-materi biologi pertanian dan hal-hal lain yang berkaitan dengan pertanian. MBS yang merujuk ke sekolah, akan meningkatkan otonomi sekolah dan memberikan kesempatan kepada tenaga sekolah, orang tua, siswa, dan anggota masyarakat dalam pembuatan keputusan.
Berdasarkan hasil-hasil kajian yang dilakukan di Amerika Serikat, MBS merupakan strategi penting untuk meningkatkan kualitas pembuatan keputusan-keputusan pendidikan dalam anggaran personalia, kurikulum, dan penilaian. Studi yang dilakukan di El Savador, Meksiko, Nepal, dan Pakistan menunjukkan bahwa pemberian otonomi pada sekolah telah meningkatkan motivasi dan kehadiran guru. Akan tetapi desentralisasi pengelolaan guru tidak secara otomatis meningkatkan efisiensi operasional. Jika pengelolaan di tingkat daerah tidak memberikan dukungannya, pengelolaan semakin tidak efektif. Oleh karena itu, beberapa negara telah kembali kesistem sentralisasi dalam hal pengelolaan ketenagaan, misalnya Kolombia, Meksiko, Nigeria, dan Zimbabwe.
Misi desentralisasi pendidikan adalah meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan, meningkatkan pendayagunaan potensi daerah, terciptanya infrastruktur kelembagaan yang menunjang terselenggaranya sistem pendidikan yang relevan dengan tuntutan jaman, antara lain terserapnya konsep globalisasi, humanisasi, dan demokrasi dalam pendidikan. Penerapan demokratisasi dilakukan dengan mengikutsertakan unsur-unsur pemerintah setempat, masyarakat, dan orang tua dalam hubungan kemitraan dan menumbuhkan dukungan positif bagi pendidikan. Kurikulum dikembangkan sesuai dengan kebutuhan lingkungan. hal ini tercermin dengan adanya kurikulum lokal. Kurikulum juga harus mengembangkan kebudayaan daerah dalam rangka mengembangkan kebudayaan nasional.
Proses belajar mengajar menekankan terjadinya proses pembelajaran yang menumbuhkan kesadaran lingkungan yaitu memanfaatkan lingkungan baik fisik maupun sosial sebagai media dan sumber belajar, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan alat pemersatu bangsa.

C.     Konsep Dasar MBS
MBS pada hakikatnya adalah penyerasian sumber daya yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan semua kelompok kepentingan (stakeholder) yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan peningkatan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.

D.    Karakteristik MBS
Pada dasarnya kepemimpinan transformasional mempunyai tiga komponen yang harus dimilikinya, yaitu:
1.      Memiliki kharisma yang di dalamnya termuat perasaan cinta antara KS dan staf secara timbal balik sehingga memberikan rasa aman, percaya diri, dan saling percaya dalam bekerja.
2.      Memiliki kepekaan individual yang memberikan perhatian setiap staf berdasarkan minat dan kemampuan staf untuk pengembangan profesionalnya.
3.      Memiliki kemampuan dalam memberikan simulasi intelektual terhadap staf. KS mampu mempengaruhi staf untuk berpikir dan mengembangkan atau mencari berbagai alternatif baru.
Dengan demikian MBS yang akan dikembangkan merupakan bentuk alternatif sekolah dalam program desentralisasi bidang pendidikan, yang ditandai dengan adanya otonomi luas di tingkat sekolah, partisipasi masyarakat yang tinggi tapi masih dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. Sekolah yang menerapkan prinsip-prinsip MBS adalah sekolah yang harus lebih bertanggung jawab (high responsibility), kreatif dalam bertindak dan mempunyai wewenang lebih (more authority), serta dapat dituntut pertanggung jawabannya oleh yang berkepentingan. Harapannya, dengan menerapkan manajemen pola MBS, sekolah lebih berdaya dalam beberapa hal berikut:
1.      Menyadari kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman bagi sekolah tersebut.
2.      Mengetahui sumber daya yang dimiliki dan “input” pendidikan yang akan dikembangkan.
3.      Mengoptimalkan sumber daya yang tersedia untuk kemajuan lembaganya.
4.      Bertanggung jawab terhadap orang tua, masyarakat, lembaga terkait, dan pemerintah dalam penyelenggaraan sekolah.
5.      Persaingan sehat dengan sekolah lain dalam usaha-usaha kreatif-inovatif untuk meningkatkan layanan dan mutu pendidikan.

Adapun ciri-ciri MBS antara lain:
1.      Adanya upaya meningkatkan peran serta komite sekolah, masyarakat, dunia usaha dan industri untuk mendukung kinerja sekolah.
2.      Program sekolah disusun dan dilaksanakan dengan mengutamakan kepentingan proses belajar mengajar (kurikulum), bukan kepentingan administratif saja.
3.      Menerapkan prinsip efektifitas dan efisiensi dalam penggunaan sumber daya sekolah (anggaran, personil, dan fasilitas).
4.      Mempu mengambil keputusan yang sesuai dengan kebutuhan, kemampuan, dan kondisi lingkungan sekolah walau berbeda dari pola umum atau kebiasaan.
5.      Menjamin terpeliharanya sekolah yang bertanggung jawab kepada masyarakat.
6.      Meningkatkan profesionalisme personil sekolah.
7.      Meningkatkan kemandirian sekolah di segala bidang.
8.      Adanya keterlibatan semua unsur terkait dalam perencanaan program sekolah.
9.      Adanya keterbukaan dalam pengelolaan anggaran pendidikan sekolah.

Daftar Pustaka

Donoseputro, M (1997) “Pelaksanaan Otonomi Daerah Dalam Upaya Pencapaian Tujuan Pendidikan: Mencerdaskan Kehidupan Bangsa dan Alat Pemersatu Bangsa”, Suara Guru 4: 3-6

Duho, Ibtisam Abu. 2002. School Based Management. Jakarta: Logos Wacana Ilmu

Gaynor, Cathy. 1998. “Decentralization of Education: Teacher Management” Washington, DC: World Bank, dalam Nuril Huda “Desentralisasi Pendidikan: Pelaksanaan dan Permasalahannya”, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan No. 017, Tahun ke-5, Juni 1999

Miftah Thoha, “Desentralisasi Pendidikan”, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan No. 017, Tahun ke-5, Juni 1999

Anda mungkin juga ingin membaca :

Humas Dalam Lembaga Pendidikan
Humas sebagai Fungsi Manajemen
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Manajemen Organisasi Sekolah
Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan
Manajemen Peserta Didik
Manajemen Sarana dan Prasarana Pendidikan
Manajemen Sarana Pendidikan
Manajemen Tata Laksana Sekolah
Pengertian Manajemen Pendidikan

No comments:

Post a Comment