Oleh
: Mulyadi
Manajemen berbasis sekolah (MBS)
secara konseptual dapat digambarkan sebagai suatu perubahan formal struktur
penyelenggaraan, sebagai bentuk desentralisasi yang mengidentifikasi sekolah
itu sendiri sebaga unit utama peningkatan serta bertumpu pada redistribusi
kewenangan pembuatan keputusan sebagai sarana penting yang dengannya
peningkatan dapat ditopang.
Adapun yang melatarbelakangi MBS diantaranya ialah:
1. Kebijakan penyelenggaraan pendidikan nasional yang berorientasi
pada keluaran pendidikan (output), terlalu memusatkan pada masukan (input),
dan kurang memperhatikan pada proses pendidikan.
2. Penyelenggaraan pendidikan dilakukan secara sentralistik. Hal ini
menyebabkan tingginya ketergantungan kepada keputusan birokrasi dan seringkali
kebijakan pusat terlalu umum dan kurang menyentuh atau kurang sesuai dengan
situasi dan kondisi sekolah setempat. Disamping itu segala sesuatu yang terlalu
diatur menyebabkan penyelenggara sekolah kehilangan kemandirian, inisiatif, dan
kreatifitas. Hal tersebut menyebabkan usaha dan daya untuk mengembangkan atau
meningkatkan mutu layanan dan keluaran pendidikan menjadi kurang termotivasi.
3. Peran serta masyarakat terutama orang tua siswa dalam
penyelenggaraan pendidikan selama ini hanya terbatas pada dukungan dana. Padahal
peran serta mereka sangat penting di dalam proses-proses pendidikan antara lain
dalam hal pengambilan keputusan, pemantauan, evaluasi, dan akuntabilitas. Atas dasar
pertimbangan tersebut, perlu dilakukan reorientasi penyelenggaraan pendidikan
melalui Manajemen Berbasis Sekolah (School Based Management).
B. Faktor Pendorong Perlunya Desentralisasi Pendidikan
Saat ini sedang berlangsung perubahan
paradigma manajemen pemerintahan. Beberapa perubahan tersebut antara lain:
1. Orientasi manajemen yang serba negara ke orientasi pasar. Aspirasi
masyarakat menjadi pertimbangan pertama dalam mengolah dan menetapkan
kebijaksanaan untuk mengatasi persoalan yang timbul.
2. Orientasi manajemen pemerintahan yang otoritarian ke demokrasi. Pendekatan
kekuasaan bergeser ke sistem yang mengutamakan peranan rakyat, kedaulatan
rakyat menjadi pertimbangan utama dalam tatanan yang demikratis.
3. Sentralisasi kekuasaan ke desentralisasi kewenangan. Kekuasaan tidak
lagi terpusat di satu tangan melainkan dibagi kebeberapa pusat kekuasaan secar
seimbang.
4. Sistem pemerintahan yang jelas batas dan aturannya seakan-akan
menjadi negara yang sudah tidak jelas lagi batasnya (boundaryless
organization) akibat pengaruh dari tata aturan global. Keadaan ini membawa
akibat tata aturan yang hanya menekankan tata aturan nasional saja dan kurang
menguntungkan dalam percaturan global.
Fenomena ini berpengaruh terhadap
dunia pendidikan sehingga desentralisasi pendidikan adalah sesuatu yang tidak
bisa dihindari. Tentu saja desentralisasi pendidikan bukan berkonotasi negatif
untuk mengurangi wewenang atau intervensi pejabat atau unit pusat, melainkan
lebih berwawasan keunggulan.
Kebijakan umum yang ditetapkan oleh pusat
sering tidak efektif karena kurang mempertimbangkan keragaman dan kekhasan
daerah. Disamping itu membawa dampak ketergantungan sistem pengelolaan dan
pelaksanaan pendidikan yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat (lokal),
menghambat kreativitas, dan menciptakan budaya menunggu petunjuk dari atas.
Dengan demikian desentralisasi
bertujuan untuk memberdayakan peranan unit bawah atau masyarakat dalam
menangani persoalan pendidikan di lapangan. Banyak persoalan pendidikan yang
sepatutnya bisa diputuskan dan dilaksanakan oleh unit tataran di bawah atau
masyarakat. Hal ini sejalan dengan apa yang terjadi di kebanyakan negara. Faktor-faktor
pendukung penerapan desentralisasi secara rinci yaitu sebagai berikut:
1.
Tuntunan orang tua,
kelompok, masyarakat, para legislator, pebisnis, dan perhimpunan guru untuk
turut serta mengontrol sekolah dan menilai kualitas pendidikan.
2.
Anggapan bahwa struktur
pendidikan yang terpusat tidak dapat bekerja dengan baik dalam meningkatkan
partisipasi siswa bersekolah.
3.
Ketidakmampuan birokrasi
yang ada untuk merespon secara efektif kebutuhan sekolah setempat dan
masyarakat yang beragam.
4.
Penampilan kinerja sekolah
dinilai tidak memenuhi tuntutan baru dari masyarakat.
5.
Tumbuhnya persaingan dalam
memperoleh bantuan dan pendanaan.
Desentralisasi pendidikan
mencakup tiga hal, yaitu:
1.
Manajemen berbasis lokal.
2.
Pendelegasian wewenang.
3.
Inovasi kurikulum.
Pada dasarnya MBS dilaksanakan dengan
meletakkan semua urusan penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Pengurangan administrasi
pusat adalah konsekuensi dari yang pertama dengan diikuti pendelegasian
wewenang dan urusan pada sekolah. Inovasi kurikulum menekankan pada pembaharuan
kurikulum sebesar-besarnya untuk meningkatkan kualitas dan persamaan hak bagi
semua peserta didik. Kurikulum disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik di
daerah atau sekolah.
Daerah diberi keleluasaan untuk
mengembangkan silabusnya yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik da tuntutan
daerah. Pada umumnya program pendidikan yang tercermin dalam silabus sangat
erat dengan program-program pembangunan daerah. Sebagai contoh, suatu daerah
yang menetapkan untuk mengembangkan ekonomi daerahnya melalui bidang pertanian,
implikasinya silabus IPA akan diperkaya dengan materi-materi biologi pertanian
dan hal-hal lain yang berkaitan dengan pertanian. MBS yang merujuk ke sekolah,
akan meningkatkan otonomi sekolah dan memberikan kesempatan kepada tenaga
sekolah, orang tua, siswa, dan anggota masyarakat dalam pembuatan keputusan.
Berdasarkan hasil-hasil kajian yang
dilakukan di Amerika Serikat, MBS merupakan strategi penting untuk meningkatkan
kualitas pembuatan keputusan-keputusan pendidikan dalam anggaran personalia,
kurikulum, dan penilaian. Studi yang dilakukan di El Savador, Meksiko, Nepal,
dan Pakistan menunjukkan bahwa pemberian otonomi pada sekolah telah
meningkatkan motivasi dan kehadiran guru. Akan tetapi desentralisasi
pengelolaan guru tidak secara otomatis meningkatkan efisiensi operasional. Jika
pengelolaan di tingkat daerah tidak memberikan dukungannya, pengelolaan semakin
tidak efektif. Oleh karena itu, beberapa negara telah kembali kesistem
sentralisasi dalam hal pengelolaan ketenagaan, misalnya Kolombia, Meksiko,
Nigeria, dan Zimbabwe.
Misi desentralisasi pendidikan adalah
meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan,
meningkatkan pendayagunaan potensi daerah, terciptanya infrastruktur
kelembagaan yang menunjang terselenggaranya sistem pendidikan yang relevan
dengan tuntutan jaman, antara lain terserapnya konsep globalisasi, humanisasi,
dan demokrasi dalam pendidikan. Penerapan demokratisasi dilakukan dengan
mengikutsertakan unsur-unsur pemerintah setempat, masyarakat, dan orang tua
dalam hubungan kemitraan dan menumbuhkan dukungan positif bagi pendidikan. Kurikulum
dikembangkan sesuai dengan kebutuhan lingkungan. hal ini tercermin dengan
adanya kurikulum lokal. Kurikulum juga harus mengembangkan kebudayaan daerah
dalam rangka mengembangkan kebudayaan nasional.
Proses belajar mengajar menekankan terjadinya
proses pembelajaran yang menumbuhkan kesadaran lingkungan yaitu memanfaatkan
lingkungan baik fisik maupun sosial sebagai media dan sumber belajar, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan alat pemersatu bangsa.
C. Konsep Dasar MBS
MBS pada hakikatnya adalah penyerasian
sumber daya yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan semua
kelompok kepentingan (stakeholder) yang terkait dengan sekolah secara
langsung dalam proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan
peningkatan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
D. Karakteristik MBS
Pada dasarnya kepemimpinan
transformasional mempunyai tiga komponen yang harus dimilikinya, yaitu:
1. Memiliki kharisma yang di dalamnya termuat perasaan cinta antara
KS dan staf secara timbal balik sehingga memberikan rasa aman, percaya diri,
dan saling percaya dalam bekerja.
2. Memiliki kepekaan individual yang memberikan perhatian setiap
staf berdasarkan minat dan kemampuan staf untuk pengembangan profesionalnya.
3. Memiliki kemampuan dalam memberikan simulasi intelektual
terhadap staf. KS mampu mempengaruhi staf untuk berpikir dan mengembangkan atau
mencari berbagai alternatif baru.
Dengan demikian MBS yang akan dikembangkan
merupakan bentuk alternatif sekolah dalam program desentralisasi bidang
pendidikan, yang ditandai dengan adanya otonomi luas di tingkat sekolah,
partisipasi masyarakat yang tinggi tapi masih dalam kerangka kebijakan
pendidikan nasional. Sekolah yang menerapkan prinsip-prinsip MBS adalah sekolah
yang harus lebih bertanggung jawab (high responsibility), kreatif dalam
bertindak dan mempunyai wewenang lebih (more authority), serta dapat
dituntut pertanggung jawabannya oleh yang berkepentingan. Harapannya, dengan
menerapkan manajemen pola MBS, sekolah lebih berdaya dalam beberapa hal
berikut:
1.
Menyadari kekuatan,
kelemahan, peluang, dan ancaman bagi sekolah tersebut.
2.
Mengetahui sumber daya yang
dimiliki dan “input” pendidikan yang akan dikembangkan.
3.
Mengoptimalkan sumber daya
yang tersedia untuk kemajuan lembaganya.
4.
Bertanggung jawab terhadap
orang tua, masyarakat, lembaga terkait, dan pemerintah dalam penyelenggaraan
sekolah.
5.
Persaingan sehat dengan
sekolah lain dalam usaha-usaha kreatif-inovatif untuk meningkatkan layanan dan
mutu pendidikan.
Adapun ciri-ciri MBS antara lain:
1.
Adanya upaya meningkatkan
peran serta komite sekolah, masyarakat, dunia usaha dan industri untuk
mendukung kinerja sekolah.
2.
Program sekolah disusun dan
dilaksanakan dengan mengutamakan kepentingan proses belajar mengajar (kurikulum),
bukan kepentingan administratif saja.
3.
Menerapkan prinsip
efektifitas dan efisiensi dalam penggunaan sumber daya sekolah (anggaran,
personil, dan fasilitas).
4.
Mempu mengambil keputusan
yang sesuai dengan kebutuhan, kemampuan, dan kondisi lingkungan sekolah walau
berbeda dari pola umum atau kebiasaan.
5.
Menjamin terpeliharanya
sekolah yang bertanggung jawab kepada masyarakat.
6.
Meningkatkan profesionalisme
personil sekolah.
7.
Meningkatkan kemandirian
sekolah di segala bidang.
8.
Adanya keterlibatan semua
unsur terkait dalam perencanaan program sekolah.
9.
Adanya keterbukaan dalam
pengelolaan anggaran pendidikan sekolah.
Daftar
Pustaka
Donoseputro, M (1997) “Pelaksanaan Otonomi Daerah Dalam Upaya
Pencapaian Tujuan Pendidikan: Mencerdaskan Kehidupan Bangsa dan Alat Pemersatu
Bangsa”, Suara Guru 4: 3-6
Duho, Ibtisam Abu. 2002. School Based Management. Jakarta: Logos
Wacana Ilmu
Gaynor, Cathy. 1998. “Decentralization of Education: Teacher
Management” Washington, DC: World Bank, dalam Nuril Huda “Desentralisasi
Pendidikan: Pelaksanaan dan Permasalahannya”, Jurnal Pendidikan dan
Kebudayaan No. 017, Tahun ke-5, Juni 1999
Miftah Thoha, “Desentralisasi Pendidikan”, Jurnal Pendidikan dan
Kebudayaan No. 017, Tahun ke-5, Juni 1999
Anda mungkin juga ingin membaca :
- Humas Dalam Lembaga Pendidikan
- Humas sebagai Fungsi Manajemen
- Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
- Manajemen Organisasi Sekolah
- Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan
- Manajemen Peserta Didik
- Manajemen Sarana dan Prasarana Pendidikan
- Manajemen Sarana Pendidikan
- Manajemen Tata Laksana Sekolah
- Pengertian Manajemen Pendidikan
No comments:
Post a Comment