30 June, 2008

Keraguan Beragama

DOUBT RELIGION
Di zaman serba modern seperti sekarang ini dimana teknologi berkembang dengan pesatnya, manusia selalu dituntut untuk selalu berpikir kreatif, mampu memaksimalkan daya nalarnya serta dapat berpikir kritis. Pengetahuan yang telah diperoleh merupakan hasil dari berbagai pertanyaan dan pertimbangan yang muncul sebagai aksi balik dari berbagai problem yang dihadapi.

Agama sebagai ilmu pengetahuan yang sifatnya sakral dan mistik yang bersumber dari Tuhan juga tidak pernah lepas dari berondongan pertanyaan para pemeluknya. Lebih-lebih karena agama itu sifatnya abstrak, sehingga studi dan pengkajian tentangnya sering dilakukan demi mencapai kematangan dalam berkeyakinan. Akibatnya jika tidak bisa menemukan jawaban dari berondongan pertanyaan tersebut atau meskipun menemukan jawabannya namun tidak sesuai dan dirasakan adanya pertentangan dengan hatinya, maka akan muncullah apa yang dinamakan doubt religion atau keraguan beragama.

Mungkin hal itu pulalah yang melatarbelakangi munculnya berbagai aliran yang kian marak akhir-akhir ini seperti Lia Eden, Ahmad Musadek, Al Qur`an suci dan masih banyak lagi lainnya. Munculnya berbagai aliran tersebut jika ditinjau dari aspek psikologi merupakan bentuk dari rasa tidak puasnya jiwa seseorang terhadap ajaran agama yang sudah ada sehingga mereka mencari / membentuk aliran baru yang dirasa lebih mantap dijadikan pegangan hidup.

Sebenarnya keraguan dalam beragama muncul sejak memasuki masa remaja seiring dengan perkembangan fisik dan mentalnya yang menanjak, sehingga ia dapat mengkritik, menerima atau menolak apa saja yang diterangkan kepadanya. Menurut Zakiah Darajat dalam bukunya yang berjudul Ilmu Jiwa Agama, puncak keraguan terjadi antara umur tujuh belas sampai dua puluh tahun karena pada umur sekian kematangan berpikir seseorang berkembang pesat. Namun demikian tidak menutup kemngkinan pula bagi mereka yang berumur dua puluh tahun keatas mengalami apa yang disebut dengan doubt religion.

Untuk intensitasnya, jenis keraguan seseorang terhadap agama bermacam-macam. Ada yang sifatnya ringan yang dengan cepat dapat diatasi, dan ada pula yang mengalami keraguan berat sampai kepada pindah agama. Semua itu dipengaruhi oleh tingkat perkembangannya masing-masing. Semakin cepat perkembangannya maka ia akan semakin kritis terhadap ajaran agama yang dianutnya. Dan jika sikap kritis itu tidak ditangani secara tepat dan benar, bukan hal mustahil jika seseorang dapat berpindah keyakinan. Oleh karena itu penanganan yang serius terhadap perkembangan seorang remaja terutama mengenai masalah keyakinan perlu mendapatkan perhatian lebih. Dan itu tidak hanya menjadi tanggungjawab kyai atau pemuka agama tetapi kita semua yang memiliki pengetahuan agama.

Hal-hal yang biasanya diragukan atau dikonflikkan yaitu ajaran agama yang diterima, aplikasi ajaran agama, pemuka agama, dan fungsi serta tugas lembaga keagamaan. Dalam ajaran agama biasanya terdapat perbedaan pendapat antara golongan satu dengan golongan lain sehingga hal itu memunculkan adanya aliran-aliran dalam keagamaan seperti madzhab dalam Islam dan sekte dalam kristen. Aplikasi ajaran kadang membuat seseorang merasa sangsi dengan keyakinan yang dianutnya. Terkadang antara teori dengan aplikasi tidak berjalan dengan semestinya. Artinya terdapat adanya kesenjangan antara teori dengan praktek. Dan untuk para pemuka agama, mereka harus tahu kedudukan mereka. Sebagai orang yang menjadi teladan, mereka harus bisa memberikan contoh yang baik dan sesuai dengan ajaran agama. Jika seandainya saja mereka sampai berbudi pekerti yang tidak sesuai dengan ajaran agama maka tidak mustahil para penganutnya akan sangsi dan berpaling kepada agama lain. terakhir adalah fungsi serta tugas lembaga keagamaan. Dalam hal ini lembaga keagamaan harus berfungsi dan bekerja sesuai dengan tujuan semula lembaga itu dibentuk. Akan sangat tidak sesuai jika lembaga keagamaan melakukan sesuatu kegiatan yang bertentangan dengan ajaran agama.

Menurut Jalaludin, konflik memiliki bentuk bermacam-macam. Pertama konflik antara percaya dan ragu. Konflik ini sering dialami oleh kebanyakan orang terutama bagi yang pengetahuan agamanya rendah atau pas-pasan. Orang seperti ini basanya mudah sekali terpengaruh oleh orang lain karena dirinya tidak mempunyai pedoman yang kuat serta pendirian yang teguh. Kedua konflik antara pemilihan satu diantara dua macam keagamaan. Ia menganggap semua agama itu bagus dan baik sehingga ia mengalami kesulitan dalam memutuskan agama mana yang akan ia anut. Ketiga konflik yang terjadi oleh pemilihan antara ketaatan beragama atau sekularisme. Disatu sisi ia percaya dengan kehidupan akhirat dan ingin selamat dari neraka sedangkan disisi lain ia ingin hidup merdeka dan terbebas dari peraturan agama yang membatasinya. Keempat konflik yang terjadi antara melepaskan kebiasaan masa lalu dengan (adat) dengan kehidupan keagamaan yang didasarkan atas petunjuk Ilahi. Bentuk konflik yang keempat ini biasanya sangat sulit diselesaikan, apalagi sampai harus melepaskan suatu kebiasaan yang sudah mendarah daging. Seperti di pulau Jawa misalnya. Masyarakat Jawa sudah dapat menerima agama Islam, namun mereka tidak bisa meninggalkan adat atau kebiasaan masa lalunya meskipun hal itu bertentangan dengan ajaran agama Islam. Sinkretisme antara Islam dengan kebudayaan Jawa sebenarnya merupakan konflik yang masih terus dcarikan penyelesaiannya karena tidak dibenarkan disatu sisi menjalankan syariat Islam namun di sisi lain masih menjalankan hal-hal yang berbau syirik.

Tanpa disadari, sinkretisme (tidak hanya dalam Islam) merupakan salah satu faktor yang menyebabkan keragu-raguan dalam beragama. Percampuran antara dua hal yang berbeda, seperti agama dengan mistik, meskipun bisa berjalan beriringan namun kadang lebih sering menimbulkan konflik pada para penganutnya. Seseorang kadang merasa ragu untuk menentukan antara unsur agama dengan mistik. Sejalan dengan perkembangan mesyarakat secara tidak disadari tindak keagamaan yang mereka praktekkan ditopangi oleh praktek kebatinan dan mistik. Hal ini disebabkan karena kurangnya keseriusan dalam memahami dan mengamalkan agamanya. Dan akibatnya yaitu mereka mudah tergiur dalam mengadopsi kepercayaan, ritual, dan tradisi dari agama lain atau yang akhir-akhir ini bermunculan.

Pendidikan atau dasar pengetahuan yang dimiliki seseorang serta tingkat pendidikan yang dimilikinya juga akan membawa pengaruh mengenai sikapnya terhadap terhadap agama. Seseorang yang terpelajar biasanya akan lebih krits terhadap ajaran agamanya, terutama yang bersifat dogmatis. Dengan nalarnya, mereka memiliki kemampuan menafsirkan ajaran agama yang dianutnya secara lebih rasional.

Sebenarnya keraguan dalam beragama yang terjadi pada masa remaja itu merupakan hal yang normal. Dan mau tidak mau setiap remaja pasti akan mengalaminya. Hanya saja kadang ada begitu jelas terlihat dalam cermin kehidupannya sehari-hari ataupun hanya sekedar keraguan yang hanya muncul dalam pikirannya saja. Namun demikian kita tidak perlu khawatir karena ada faktor penyelamat atau benteng yang menjadikan seorang remaja dapat terhindar dari kesesatan dalam beragama. Hal pertama yang dapat diupayakan yaitu dengan memberikan pengetahuan agama secara mendasar universal. Jangan mengajarkan pengetahuan agama secara setengah-setengah. Selain menimbulkan keraguan, juga akan menyebabkan kesalahan dalam praktek keagamaan. Ilmu agama sebaiknya telah tertanam pada diri remaja sejak usia dini sebelum ia mendapatkan ilmu-ilmu yang lain. Ilmu agama merupakan fondasi bagi seluruh ilmu pengetahuan. Dan dengan fondasi yang kokoh, maka bangunan akan tetap berdiri tegak serta tidak mudah goyah. Kedua, tekun dalam menjalankan syariat agama secara berkelompok (jamaah). Dengan berada dalam kelompok atau jamaah yang tekun beragama akan membuatnya lebih tekun beribadah dan ia pun terikat oleh tata tertib dan sopan santun jamaah tersebut, sehingga kemungkinan akan pengingkaran terhadap adanya Tuhan bisa dihindari. Wallahu A`lam Bisshawab.


Demi masa

”Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.”

Ayat di atas seakan-akan hendak mengingatkan pada kita terkait dengan keberadaan kita hidup di dunia. Sejauh mana manfaat kita pada orang lain, kira-kira seperti itu makna yang tersirat dalam ayat di atas.

Sebagai makhluk sosial manusia tidak pernah lepas dari keterikatan dengan orang lain, saling melengkapi dan saling membutuhkan. Oleh karena itu sesama manusia diharuskan mampu memberikan kontribusinya, terutama bagi mereka yang membutuhkan. Dan sebaik-baik manusia adalah mampu memberikan kontribusinya (bermanfaat) bagi orang lain (khairunnas anfa`uhum linnas).

Kontribusi seorang muslim terhadap yang lain adalah mengajak pada kebaikan, tawa soubi al haq, tawa soubi al sabr. Kebaikan apapun itu dan walaupun sedikit misalkan sebesar biji atom, hendaknya kita sampaikan pada orang lain. Sampaikanlah kebaikan walau satu ayat. Dan akan lebih mengena lagi jika kita tidak hanya mengatakan saja tetapi juga melakukannya/ memberi contoh.

Jangan sampai kita hidup di dunia tanpa memberikan kontribusi apa-apa. Akan percuma kalau mempunyai kemampuan dan integritas tinggi akan tetapi tidak memberikan manfaat bagi orang lain. Everything is nothing. Ibaratnya pohon yang berbuah tetapi buahnya pahit.
Mari kita berlomba menyeru kepada kebaikan .

Anda mungkin juga ingin membaca :

1.      Hikmah Ramadhan
5.      Manfaat Berjilbab

41.  ......

No comments:

Post a Comment